Hak
Perempuan yang Terabaikan
Oleh: Yainuri Setyanto*
Gender dapat
dipahami sebagai
pembeda antara perempuan dan laki-laki dalam hal peran, fungsi dan tanggung
jawab yang dibentuk oleh sosial budaya serta dapat
berubah sesuai perkembangan zaman. Kesetaraan gender adalah kesamaan
kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia. Agar dapat berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
hukum, ekonomi, pertahanan dan keamanan nasional, sosial budaya serta pendidikan.
Kesetaraan gender juga mencangkup
penghapusan diskriminasi, eksploitasi dan ketidak
adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Pengertian gender akan menjadi rancu
dan rusak jika dicampur dengan pengertian seks (jenis kelamin-red). Pencampur adukan pengeritan gender
dan sex akan memicu ketidak setaraan gender jika tidak disikapi secara kritis. Kesetaraan
hak wanita dalam dunia politik dan hak wanita untuk menjadi pemimpin selama ini
telah terpendam dalam-dalam. Doktrin dan klaim yang tidak rasional sangat memengaruhi
runtuhnya hak-hak perempuan untuk berpolitik dan memimpin.
Banyak doktrin dan klaim yang
menyatakan bahwa kemampuan berfikir perempuan itu lemah dan tidak bisa mengontrol emosinya. Selain itu
teks-teks agama yang dipahami hanya sebatas tekstual juga membuat banyak umat islam yang salah
paham. Seperti pada firman
Allah swt, "Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (An-Nisa': 34),” dan hadis
Rosulullah yang menyatakan, "Tidak akan sukses kaum yang menyerahkan
urusannya kepada perempuan."
Kedua dalil
tersebut selalu memunculkan kesalah pahaman karena tidak dikaji berdasarkan
latar belakang sosial dimana dalil tersebut diturunkan. Konteks sosial ayat Al-Quran
tersebut menunjukkan pada masyarakat Arab
yang patriarkhis (anak
dikenal sebagai garis keturunan ayah-red). Hal tersebut mengakibatkan peran sosial dan
ekonomi dikuasai oleh laki-laki.
Sedangkan hadis tersebut hanya berlaku kepada Ratu
Persia yang menghina utusan Rosulullah yang membawa surat tentang seruan
untuk menerima Islam. Akan tetapi, seruan itu dijawab dengan penghinaan. Sehingga
Nabi Muhammad berkata "Tidak akan sukses kaum yang dipimpin oleh perempuan".
Perempuan dalam hadis tersebut bukan ditujukan pada perempuan secara umum. Maka, Islam
tidak melarang perempuan untuk berpolitik ataupun menjadi pemimpin. Sebaliknya Islam memberikan hak pada perempuan untuk ikut serta dalam politik dan menjadi pemimpin jika ia
mampu.
Islam memberikan
kepercayaan pada manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini. Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 30. Perempuan juga
merupakan manusia, sehingga perempuan juga mempunyai tanggung jawab untuk
menjadi khalifah di bumi ini. Selain itu kewajiban amar ma'ruf dan nahi
munkar adalah kewajiban bagi seluruh umat muslim laki-laki maupun perempuan,
sehingga mereka memiliki hak berpolitik.
Semoga tulisan ini dapat mengembalikan
hak-hak perempuan yang selama ini terenggut oleh doktrin dan kesalah pahaman
dalam penafsiran teks-teks keagamaan. Selain itu saya harap tulisan ini mampu
menyadarkan para perempuan untuk meminta hak-hak mereka. Sehingga ideologi gender
dapat tetap hidup dan penindasan terhadap perempuan terlenyapkan.
*Penulis adalah kader IMM FKIP UMS
Progdi Matematika