Bak dilanda gempa, ketika pergantian nama komisariat IMM FKIP UMS diwacanakan kembali pada periode kepemimpinan 2021/2022. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal IMM FKIP UMS perihal filosofis, urgensi, kajian historis, kajian sosiologis, kajian yuridis dan lain sebagainya. Belum lagi ketika mendapati kader yang masih bangga hanya dengan menggunakan nama komisariat FKIP dengan asalan bahwa nama tersebutlah yang sekarang ini besar dikalangan IMM dan kekeh untuk mempertahankan hal tersebut.
Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa dulu nama PK IMM FKIP sangatlah berdikari dikalangan IMM. Saya ingat betul ketika screening DAM Kudus bersama IMMawan Abdul Ghofur yang sekarang menjabat sebagai Kabid RPK DPD IMM Jateng, yang banyak tahu tentang rakanda dan ayunda IMM FKIP seperti IMMawati Harsiti, IMMawati Bela, IMMawan Wasis, IMMawati Suci, IMMawan Budi, IMMawan Alif Syuhada, IMMawan Yoga Pratama, IMMawan Tedy dan lain-lain yang mungkin dulu mampu untuk memberikan atmosfer perkaderan dan pergerakan yang cukup masif, hingga diakhir screening saya diberikan sebuah tetuah agar mampu untuk menjadi seperti mereka. Mungkin contoh tersebut dapat dijadikan gambaran bahwa tidak diragukan lagi dulunya nama IMM FKIP besar karena tokoh-tokoh yang ada didalamnya sangat qualified.
Namun, berbeda dengan zaman sekarang. Dahulu orang-orang berjuang untuk membesarkan nama IMM FKIP khususnya IMM Kota Surakarta hingga banyak mengorbankan waktu, tenaga bahkan mungkin harta benda. Namun sekarang ini orang-orang cenderung hanya membanggakan capaian yang dulu telah dicapai rakanda dan ayunda IMM tanpa memberikan sebuah dampak yang signifikan terhadap IMM sendiri. Mungkin hal tersebut mampu untuk menjadi refleksi bersama terlebih mereka yang masih terbawa oleh romansa masa lalu. Toh ketika pergantian nama, label kader FKIP tidak akan hilang, seperti yang telah di ejawantahkan pada tulisan sebelumnya.
Yang menjadi berdebatan selanjutnya yaitu terkait dengan kajian yuridis dari penamaan komisariat. Ketika IMMawan dan IMMawati melihat pedoman administrasi yang dikeluarkan oleh DPP IMM Tahun 2021, pedoman administrasi IMM Surakarta tahun 2017 ataupun tanfidz Malang, tidak ada klausul yang mengatur terkait dengan penamaan komisariat atau cabang sekalipun. Jadi secara yuridis, hal tersebut dikembalikan kepada konsensus komisariat atau cabang yang tentunya akan disepakati dalam musyawarah ditingkatnya. Apakah penamaan komisariat akan berpengaruh terhadap administrasi ? tentu saja berpengaruh, karena pasca penetapan nama komisariat baru, maka secara keseluruhan administrasi akan diganti dengan nama komisariat yang telah ditetapkan.
Selanjutnya terkait dengan kajian historis. Sejauh yang saya tau, hingga saat ini pun tidak ada yang tahu kapan komisariat IMM FKIP didirikan. Pun ketika kita tahu mengenai historis IMM FKIP hingga akarnya, apakah dampak tersebut akan siginifikan terhadap wacana penamaan komisariat ? mungkin bisa dikatakan berpengaruh ketika historis yang dikaji masih relevan dengan perkembangan pasca pandemi covid-19 saat ini. Karena hal tersebut amat membantu IMM FKIP untuk menyusun arah geraknya pasca penamaan komisariat, namun ketika ingin menggali hingga akarnya dirasa banyak membuang waktu, dan bukanlah lebih baik memikirkan strategi jangka panjang pasca pergantian nama ? belum lagi kita masih perlu untuk mengkaji nama-nama yang akan dijadikan opsi pada saat sidang pleno penetapan nama komisariat di musykom nantinya, namun apa boleh buat ? Sudah banyak waktu terbuang untuk overthinking terhadap asumtif yang sebenarnya tidak revelan.
Sebetulnya terkait nama komisariat telah dipikirkan hingga memunculkan beberapa nama yang telah tergolongkan, namun karena kultur IMM khususnya IMM FKIP yang harus berfikir radikal, maka draft penamaan komisariat yang berisi rekomendasi nama-nama yang dikaji secara historis dan dampak tokoh-tokoh yang akan di usung terhadap dunia pendidikan terbengkalai kembali tanpa status yang jelas. Kabar terakhir, terdapat 3 nama tokoh yang siap untuk di ajukan pada sidang pleno penamaan komisariat, yaitu Elida Djazman, Fatimah Al-Fihri dan Al-Khansa, namun hingga saat ini belum ada kejelasan kembali dari nama-nama tersebut. Sebenarnya banyak alternatif yang dapat dilakukan terkait penamaan komisariat, contoh kasus yaitu penamaan PK IMM Aisyiyah yang minim informasi terhadap khalayak umum dan tiba-tiba namanya sudah berubah, sedangkan IMM FKIP dari zaman periode IMMawan Thomas Devisa hingga saat ini masih berkutat pada wacana yang tiada henti.
Pada akhir tulisan ini tidak akan saya sematkan sebuah harapan, karena saya sendiri pun sudah lelah untuk berharap banyak terlebih dengan manusia. Namun akan saya sematkan sebuah kalimat. “Menengok kebelakang itu sangat perlu, sebagai bentuk refleksi diri, namun jangan pernah lupa bahwa langkah utama ada di depan matamu, bukan dibelakang matamu.”
ABADI PERJUANGAN IMM
IMM JAYA
FASTABIQUL KHOIROT