Ini Tentang Kita yang Satu Simpul Dalam Ikatan



 Oleh: IMMawati Fajry Annur, 

kader IMM FKIP 2022


Halo, perkenalkan aku IMMawati Fajry, izin sedikit membagikan kisah tentang Darul Arqam Dasar kemarin, yang menurutku sangat banyak hikmah yang bisa diambil. Tentang rasa kebersamaan dan solidaritas yang kami senantiasa junjung, tentang kesederhanaan yang senantiasa kami syukuri.

Sambi, Boyolali 10 Februari 2022, adalah hari yang membuatku sedikit membuat perasaanku campur aduk, di mulai dengan drama pakaian yang mau di bawa ke pelatihan berapa aja yah? Bawa bekal atau makan dulu aja? Eh, sampai pada saat kumpul di kom pun saya drama dulu dengan mamang grab, yang ternyata saya salah atur lokasi kampusnya haha, Alhamdulillah untung bapaknya baik. Sesampainya di komisariat IMM ternyata sudah banyak sekali teman-teman yang menunggu, saya jadi tidak enak karena terlambat, tapi saat stadium general masih ada yang lebih terlambat dari pada saya.

Saat stadium general sendiri, sebenarnya saya mempunyai pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada pemateri, tapi karena waktu yang terbatas akhirnya urung saya tanyakan. Tapi, tak masalah, ada perjalanan panjang yang akhirnya membuat saya mengerti secara perlahan, dan pelan-pelan menjawab tanya saya selama ini.

          Perjalanan pun kami mulai, dengan bus yang sangat sederhana dan panas itu, saya pikir rasa-rasanya seperti mengantar rombongan pengantin haha, soalnya music yang distell lagu jawa khas buat acara pengantin haha, saya sama diva pun saling melirik, yah mengertilah maksudnya apa.

Selama perjalanan saya tertidur, tapi tidak pulas, dan itu yang membuat kepala saya sakit saat sampai, rasa mengantuk yang mengganjal dan rasa lapar yang hampir tak tertahan lagi, bercampur jadi satu. Kami pun transit di sebuah masjid, yang nantinya menjadi tempat sangat sacral bagi kami semua.

Petang berlabu dengan khidmat, diiringi suara tokek, sapi dan kambing yang kadang sahut-sahutan, kami ditempatkan di rumah sederhana, beralaskan karpet, kadang-kadang tanahnya masuk saking seringnya kami bergerak-gerak. Rasanya saya ingin sekali mengeluh, sebab tempat perkaderannya sangat jauh dari ekspektasi saya, saya kira akan ditempatkan di sekolah, ternyata di sebuah rumah sederhana yang kemudian menjadi saksi perjuangan kami selama beberapa hari ke depan. Tapi, entah kenapa, saya teringat dengan perkataan mama saya, bahwa apa pun yang kamu dapatkan, harus disyukuri, dan yah, itu adalah pelajaran pertama yang saya dapatkan, Bersyukur!

Malam pertama itu, kami makan nasi-sayur dengan kerupuk, saya agak kurang senang dengan beberapa teman-teman yang mengomentari masakan itu. Tapi, saya menarik pikiran saya, mungkin saja mereka tidak atau bahkan belum pernah mendapat makanan yang seperti itu, tapi yah tetap harus kita syukuri kan?

Pada malam hari itu pula, kami disodorkan dengan kalimat “Menolak Tunduk dan Bangkit Melawan, Karena Diam Adalah Kehancuran dan Mundur Adalah Pengkhianatan”. Kata itu yang kemudian menimbulkan sekelumit tanya pada diri kami semua. Berbagai penafsiran muncul. hingga saya dan kami semua pun mengetahui maknanya di kemudian hari.

Seusai tahajjud, saat kemudian melakukan deep talk, saya tahu satu hal malam itu, saya menjadi orang yang membohongi diri saya. Makna ‘rumah’ yang selama ini saya anggap, ternyata bukan itu definisi sebenarnya. Tapi, apakah saya lantas menolaknya mentah-mentah? Tentu tidak, saya menyadari kesalahan saya, saya menyadari kepura-puraan saya, saya menyadari bahwa saya berpura-pura atas diri saya sendiri. Saya seperti seorang penakut yang sangat takut untuk dikecewakan. Pengalaman mengajarkan saya tentang kekecewaan yang begitu besar, hingga kemudian saya terlihat pura-pura menerima, padahal dalam diri, saya bergelud dengan berbagai macam emosi.

Menerima tapi tidak menerima

Jadikan itu menerima dan menerima.

Sejak malam itu, saya tersadar, bahwa kekecewaan tidak boleh berlarut, hidup harus maju. Jika kita tak percaya siapa pun, maka tugas kita hanya satu, yaitu mencoba untuk percaya lagi. Mungkin terdengar munafik, tapi yah, inilah hidup, manusia tidak bisa lepas dari kesalahan, sebaik dan sesempurna apapun mereka. Sama seperti saya.

Hari-hari berlanjut seperti biasa, saya senang sekali ketika setelah materi ada diskusi kelompok bersama (FGD) di situ saya bisa melihat teman-teman saya yang sebenarnya aktif tapi pada saat materi kebanyakan diam, di situ saya berpikir, apa mereka malu? Apa mereka tidak percaya diri karena melihat teman-teman yang lain aktif bertanya, dari situ saya kemudian melihat porsi diri saya dalam menanyakan beberapa hal kepada pemateri, saya mencoba menahan pertanyaan saya dan memberikan ruang kepada mereka yang ingin bertanya, karena rasanya saya menjadi orang yang egois kalau bertanya terus haha. But, saya mencoba tetap aktif.

          Bagi saya, Darul Arqam Dasar kemarin bukan sekadar memberikan ilmu materi saja, melainkan yang saya rasakan pribadi, justru pelajaran yang paling banyak saya ambil adalah dari pengalaman, yah seperti yang filsafat empirisme katakana, bahwasannya ilmu pengetahuan berasal dari pengalaman haha. Berbicara soal filsafat yang bagi saya terdengar rumit dan membuat otak terpelintir itu nyatanya menyenangkan juga haha.

Hari-hari berlalu, makanan, air minum, pertemanan, solidaritas, kekompakan, keegoisan, menyatu dalam satu wadah. Di sini, saya paham akan makna bersyukur dan tidak mementingkan diri sendiri. Kebebasan kita terbatas karena kebebasan orang lain. Ini bukan tentang siapa yang paling cerdas dan mampu akan semua materi. Bagi saya, ini tentang pelajaran menerima dan mengerti. Saya teringat kata-kata mas IOT. Bahwa “IMM sudah kebanyakan orang pintar, tetapi masih kurang dalam aksi”. Kurang lebih seperti itu. Yah, itu menyadarkan saya, bahwa apa gunanya saya belajar materi selama lima hari empat malam, jika dalam mengerti dan membantu teman se-perkaderan saya saja, saya tidak bisa. Dalam DAD itu bukan tempatnya pamer ilmu pengetahuan, tapi tempat di mana saling merangkul dan mengembangkan wawasan. Bukan ajang untuk unggul-unggulan diri.

Hari-hari berlanjut, tiba pada malam kami dikukuhkan sebagai kader, jujur saya terharu, melihat kembali perjuangan kami selama beberapa hari terakhir. Saat azan itu berkumandang, rasanya seperti ada sesuatu yang bergetar dalam hati saya. Saat Hymne itu dilantunkan semakin bertambah semangat saya untuk berjuang dalam satu ikatan. Karena kami bukan dua puluh lima orang, kami adalah satu!

Fastabiqul Khairat!


 

Share:

6 comments:

Popular

Labels

Recent Posts

Label Cloud

About (3) Agenda (14) Artikel (22) bidang hikmah (4) Bidang Immawati (1) Bidang Kader (2) bidang SPM (1) BTKK (5) buletin (2) Data Base (2) ekowir (1) galeri (5) Immawan (2) Immawati (9) Informasi (10) islam (2) Kajian (1) MAKALAH (2) muktamar48 (2) Opini (16) Organisasi (4) Profil (1) Puisi (4) Resensi (6) Review (1) struktur (2) Tabligh (2)

QOUTES

Tidak akan ada kebenaran yang muncul di kepala, bila hati kita miskin akan pemahaman terhadap ajaran agama Allah.
-KH.Ahmad Dahlan