Puisi oleh IMMawan Lalu Muhammad Ilham Fajri

 





Senyap

Kami duduk bersila di atas tanah kering

 -yang disaung ombak

Dan jalan itu tergelar, telah sampai di ujung

tanduk kerbau ternak

 

Angin memekak menangisi sunyi

Dan tungkak kaki kami yang bengkak

Antara retak tulang padi

 

Sejarah yang hidup dalam cangkang

Terlalu lambat sembuh

Di hadapan kucur darah bersimbah

Luka yang ditempeli garansi dan mimpi mimpi

 

Angin terlalu siur

Sehingga berita kepedihan gagal tersiar

Debar yang selalu urung menyambut degup

Saat nafsu lacur dan terlanjur menggugurkan benang

 

Tulang kami telah jadi liang bermuara kata-kata yang bungkam tak bersuara

Ringkih gugur jati tua

Memeluk

Tanah yang hanya digarap mata

 

-Praya, 2020

 

 

 

 

 

Gigil

 

Desir angin yang mengiris sunyi

terdengar lagi

Seperti ngilu di bibir pisau

menyayat luka di mimpi

 

Aku barangkali

Masih saja seperti kemarin

Seorang bocah yang merendam tangisnya

dalam tanah basah di sawah

Kemudian, Berlarian di antara musim-musim

 

Ku saksikan orang tua

Dengan lengan ringkihnya

Memeluk sejarah manusia

Yang makin menggigil

matanya adalah anak-anak sungai

lambat laun kian megering

 

Waktu yang gugur dihempas angin

Seolah bermuara dalam diamku

Demamnya masih mendengkur

Dalam nyeri yang tak bisa tidur

-Solo, 2020

Sengit

Sengit siang

Bersambut petang

Lelaki tulang kering

Juga jiwa terasing

Melewati lorong lorong kota

 

Derang mesin

Keringat asin

Mata logam yang susah ditukar

Sementara lelah

Telah lama berpasrah

Pada waktu yang terus berputar

 

Hambuh-hambuh dengarlah

Teriakan yang diheningkan

Berkali-kali  tulah

 

-Solo, 2021

Dering

Ku kira beginilah cara meniup waktu

Ketika dunia serupa opera sabun

Dan kita,

terlalu gugup untuk bertepuk tangan

 

Kita di sini saja melihat mesin takdir bekerja tanpa suara

Melihat cuaca yang enggan terbaca

 

Kata, yang telah lama kita tunggu

Terjebak dalam dinginnya

 

Malam telah ringkih memutar mimpi-mimpi

Sementara, detak jantung  masih tergantung

pada tirai jendela

dan nafas mengehela nyeri

 

 

Aih, hidup yang suka berbasabasi

Kekasih yang tak pernah bisa dimengerti

Bisa kah kita berdamai

Sekali, sampai mati

-Solo, 2021

Lalu Muhammadi Ilham Fajri, lahir di Praya 01 Agustus 2001. Mahasiswa prodi Pendididkan Bahasa dan Sastra Indonesia di FKIP UMS. Berkegiatan di PK IMM FKIP. Hobi : nonton film, membaca dan kadang-kadang menulis jika lagi mood atau terpaksa.

Share:

1 comment:

Popular

Labels

Recent Posts

Label Cloud

About (3) Agenda (15) Artikel (24) bidang hikmah (4) Bidang Immawati (1) Bidang Kader (3) bidang SPM (1) BTKK (5) buletin (2) Data Base (2) ekowir (1) galeri (6) Immawan (3) Immawati (10) Informasi (10) islam (2) Kajian (1) MAKALAH (2) muktamar48 (2) Opini (16) Organisasi (4) Profil (1) Puisi (4) Resensi (6) Review (1) struktur (2) Tabligh (2)

QOUTES

Tidak akan ada kebenaran yang muncul di kepala, bila hati kita miskin akan pemahaman terhadap ajaran agama Allah.
-KH.Ahmad Dahlan