Sebagai refleksi untuk memperingati hari Kartini
Oleh
IMMawan Achmad Mahbuby
Bendahara
1 PK IMM FKIP
Hingga saat ini, banyak
kasus-kasus kekerasan terhadap kaum perempuan, baik dilakukan secara verbal
maupun non verbal. Yang menimbulkan suatu pertanyaan besar dalam benak, apakah
kasus kekerasan yang menimpa kaum perempuan ini bersifat abadi ?[1].
Pernah suatu saat saya diberi suatu pertanyaan, mengapa
gerakan feminisme dari dulu hingga kini selalu berbicara mengenai kesetaraan
gender ?
Ya karena memang hingga kini hal tersebut masih relevan untuk dibahas.
Akibat dari adanya kekerasan terhadap kaum perempuan salah satunya adalah
karena ketidaksetaraan antara kaum pria dan kaum perempuan, dari mulai sosial
hingga menginjak pada suatu hukum yang berlaku bagi suatu negara. Begitu pula
yang terjadi pada Film Chhapaak yang diambil dari kisah nyata seorang perempuan
bernama Malti yang menjadi korban kekerasan penyiraman air keras di wajahnya.
Setelah kejadian tersebut, mental dan psikologisnya menjadi terganggu hingga
waktu yang sangat lama. Hingga semua keluarganya harus menutup semua kaca yang
ada di rumah mereka agar Malti tidak bisa melihat wajahnya sendiri dan tidak
akan mengalami keterpurukan lagi.
Setelah kejadian penyiraman air keras tersebut, ia
mendapat banyak deskriminasi hingga saat ia melamar pekerjaan, tak satupun yang
mau untuk menerimanya karena kekurangan yang Ia miliki. Hingga suatu ketiak
Malti bertemu salah seorang jurnalis yang memperkenalkannya pada pria yang bernama
Amol Dwivedi. Amol Dwivedi merupakan seorang pendiri organisasi Chhaaya
Foundation yang terbentuk untuk memperjuangkan hak – hak orang yang menjadi
korban penyiraman air keras yang rata-rata korbannya adalah kaum perempuan.
Sudah banyak perempuan yang menjadi korban penyiraman air keras ikut bergabung
dalam organisasi tersebut.
Awalnya Malti bergabung dengan Amol Dwivedi dalam organisasi tersebut
dengan harapan bahwa Ia akan mendapatkan uang karena Ia telah bekerja disana,
karena Malti sangat membutuhkan uang untuk perobatan Kakaknya yang sedang
sakit. Hingga pada akhirnya Ia meraskan kekeluargaan yang sangat erat ketika
berada dalam lingkup tersebut.
Singkat cerita pada hari pertama Malti bekerja, Ia
bersama rombongan Amol Dwivedi mengunjungi rumah salah seorang yang juga
menjadi korban penyiraman air keras, wajahnya rusak parah akibat dari tragedi
tersebut. Mereka berkunjung untuk meliput keadaannya dan akan membantunya untuk
proses penyembuhan.
Melihat korban dengan keadaan yang sangat parah, membuat Malti terngat akan
depresi yang Ia alami dulu. Apalagi ketika pelaku penyiraman air keras bebas
dari penjara dengan jaminan tidak lama setelah Malti mulai menerima dirinya.
Memang hukum selalu seperti itu, tidak selalu setimpal antara hukuman dan
perbuatan yang dilakukan.
Sebenarnya film ini juga merupakan suatu kritik terhadap
hukum di India yang tidak benar-benar ditegakkan dengan semestinya. ketika
penyiraman air keras terhadap seorang perempuan hingga menghancurkan kehidupan
perempuan tersebut hanya dianggap sebagai suatu kejahatan yang menyebabkan
cacat fisik dan pelaku hanya akan diberi hukuman 2-7 tahun, dimana dalam proses
tersebut Ia akan mudah keluar masuk penjara dengan jaminan selama 4 Tahun, dan
akan mendapat remisi ketika memiliki kelakuan baik sat dalam penjara sekitar 6
bulan – 1 tahun. Sehingga Ia akan dihukum di penjara hanya sekitar 2 tahun
lamanya. Namun pengacara Malti tak ingin putus asa, Ia terus berusaha
mengumpulkan bukti hingga pelaku mendapat hukuman yang setimpal. Sampai pada akhirnya
Malti memiliki angan untuk melakukan pelarangan penjualan air keras. Dan angan
tersebut dilakukan dengan langkah awal membuat sebuah petisi pelarangan
peredaran air keras.
Perempuan Menjadi Sasaran Empuk
dalam Kekerasan
Dalam film tersebut, disuguhkan para perempuan yang
menjadi korban penyiraman air keras. Stigma bahwa perempuan adalah kaum yang
lemah mungkin dijadikan suatu latar belakang mengapa perempuan rentan sekali
mengalami kekerasan. Banyak sekali perempuan yang megalami kekerasan berupa penyiraman
air keras yang dihadirkan dalam film ini. Salah satunya adalah korban yang
ditemui oleh organisasi Chhaaya Foundation, dimana sebelum disiram air keras
pada malam hari, terlebih dahulu korban diperkosa oleh pelaku. Disebutkan bahwa
latar belakang kekerasan tersebut terjadi adalah karena perempuan tersebut
memiliki kasta yang rendah dan pelaku memiliki kasta yang tinggi.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa di Negara India masih
menganut sistem stratifikasi tertutup, yaitu sistem kasta. Namun yang menjadi
fokusan adalah kenapa perempuan yang dijadikan sasaran dalam melakukan tindak
kekerasan ? kenapa tidak Ayahnya saja ? pertanyaan ini sangat menggelitik hati
dan pikiran.
Perempuan Bersatu, Saling
Menguatkan
Disini saya disuguhkan adegan yang membuat mata saya
meneteskan air mata. Ketika Malti dan para perempuan yang menjadi korban
penyiraman air keras sedang berada di dalam kereta. Mereka semua melantunkan
syair yang di buat sendiri dengan instrumen tepukan tangan. Syair tersebet
berisikan tentang revolusi yang akan mereka bangun, bahwa nasib mereka ada
ditangan mereka sendiri. Inilah yang mungkin juga dicita-citakan oleh Kartini,
bahwa perempuan tak sepatutnya bergantung terhadap siapapun, karena nasib
berada ditangan orang yang ingin berjuang. Syair tersebut berakhir dengan
kalimat “Kita bukanlah bunga, melainkan api” seketika itu mereka semua membuka
kerudung yang mereka kenakan untuk menutupi wajah yang rusak karena terkena air
keras. Tawa bahagia menyelimuti raut wajah, seakang dengan membuka kerudung
yang selama ini menutupi wajah, seperti
membuka tabir pembatas yang mereka bendung. Inilah nilai yang harus dibentuk,
bahwa kaum perempuan haruslah saling mendukung satu sama lain, memberikan
support dan memberikan semangat. Bukan malah sebaliknya, saling mencerca,
menghina, menuduh, dan lain sebagainya. Karena ketika perempuan bersatu,
mungkin akan dapat membentuk suatu kekuatan revolusioner untuk memberantas kaum
patriarki.
Perjuangan Yang Tak Sia-sia
Seperti yang ada pada syair yang dilantunkan oleh Malti
dan Kawan-kawan, bahwa Nasib kita berada di tangan kita. Itulah yang dilakukan
oleh Malti dan pengacaranya, setelah kurang lebih hampir 7 tahun memperjuangkan
petisi pelarangan penjuangan air keras akhirnya membuahkan hasil pada
persidangan, dimana hakim memutuskan melakukan pembatasan penjualan air keras
di seluruh India. Walaupun belum dilarang, namun dengan disahkannya pembatasan
perdagangan air keras ini , setidaknya menjadi langkah awal yang baik.
Saat Malti keluar dari ruang persidangan, Ia pun menjerit
kegirangan dan dengan serontak memeluk teman-temannya yang sudah lama
menunggunya keluar dari ruang persidangan. Semuanya begitu bahagia, akhirnya
apa yang menjadi perjuangan mereka selama ini membuahkan hasil yang
menggembirakan.
Perjuangan Belum Usai
Diakhri film, kita masih disuguhkan dengan peristiwa
penyiraman air keras yang dilakukan beberapa tahun silam, dan lagi-lagi yang
menjadi korban adalah perempuan, yang akan segera melangsungkan pernikahan.
Dari closing statement tersebut, kita seperti dibenturkan
dengan realita dari perjuangan. Bahwa perjuangan harus terus berlanjut. Karena
bagaimanapun kekerasan akan tetap ada ketika banyak dari masyarakat yang masih
mengedepankan emosi semata. Dan perempuanlah yang banyak menjadi korban dari
keganasan masyarakat.
No comments:
Post a Comment