Intelektualitas Mahasiswa


Optimalisasi Akademis dan Organisasi
(IMMawati Reni Kurniawati)
Intelektual adalah kaum yang cerdas, berakal, dan berpikir jernih sesuai dengan ilmu pengetahuan. Seorang intelektual tidak sama dengan seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan sama halnya seorang yang senantiasa melakukan observasi dan menalar untuk menemukan, fakta-fakta tertentu tentang dunia, tentang hukum-hukum yang menghubungkan fakta satu dengan yang lain[1]. Seorang ilmuwan lebih mengarahkan untuk menemukan sebuah fakta dan meramalkan fakta selanjutnya. Berbeda dengan seorang intelektual, Pakanna (2007:57) menyatakan bahwa seorang intelektual sejatinya tidak akan pernah diam berpikir dan bergerak untuk merenungkan, mencermati, dan mencarikan solusi demi perbaikan kualitas kesejahteraan manusia[2]. Dapat dipahami bahwa seorang intelektual adalah seorang yang mampu berpikir, bergerak,  dan melakukan solusi terhadap fakta-fakta yang ada.
Seorang intelektual erat kaitannya dengan mahasiswa. Sebab notabene mahasiswa adalah kaum perubahan dan pengontrol. Kaum perubahan berarti mahasiswa sebagai kaum intelek mampu mengubah pola pikir baik untuk dirinya, dan lingkungannya menjadi lebih bijak dan cerdas menghadapi dinamika bangsa. Kaum pengontrol artinya mahasiswa sebagai kaum intelek mampu menjadi stabilisator antara masyarakat dan kaum bertahta di atasnya. Oleh karena itu, tak heran mahasiswa diminta untuk bersikap cerdas, bijak, dan mampu bergerak lebih untuk perbaikan lingkungannya.
Akan tetapi, konteks sekarang, mahasiswa belum menjadi kaum intelek yang sebenarnya. Fakta yang ada, mahasiswa lebih berkutat pada pemenuhan kepuasan pribadi, misal facebook-an, shopping, penggiat game, dan lain sebagainya. Tengok saja berapa ribu mahasiwa yang satu hari update status FB, tetapi kurang mengetahui perkembangan lingkungannya. Mahasiswa juga sering memuaskan fisik pribadinya, sedangkan banyak masyarakat sekitar membutuhkan pertolongan fisik darinya. Cukup ironi.
Sejatinya mahasiswa itu mengemban beberapa tugas; penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Penelitian yang berarti mahasiswa mampu memecahkan suatu fakta yang ada, baik itu membuktikan kebenaran fakta atau menemukan fakta baru. Pendidikan yang berarti sebagai mahasiswa diminta sukses akademik. Selanjutnya, pengabdian masyarakat, sebagai mahasiswa tidak lupa bahwa dirinya berasal dari masyarakat dan akan kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan yang telah dimiliki dapat diaplikasikan ke masyarakat. Tiga hal tersebut memerlukan beberapa langkah agar selaras.
Optimalisasi akademis dan organisasi adalah salah satu langkah agar tiga tugas mahasiswa sebagai kaum intelektual  dapat berjalan. Optimalisasi akademis dapat berupa (1) banyak membaca dan berlatih. Kegiatan membaca sesuai dengan tuntutan agama islam, yang tertuang pada Qs. Al –Alaq: 01 “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”. Kebermanfaatan membaca adalah memperluas ilmu dan wawasan. Akan tetapi, membaca tak sekadar baca teks, lebih dari itu membaca kondisi juga bisa. Misal, membaca kondisi mahasiswa yang selalu apatis terhadap permasalahan universitas. Kemudian dilanjutkan berlatih. Artinya setelah membaca, perlu ada aksi nyata, misal menulis, berlatih soal, dan lain-lain.  Berlatih menjadikan kita lebih terampil dalam suatu bidang. Aplikasi membaca dan berlatih adalah proses melakukan penelitian. Selanjutnya, (2) tentukan goal setting yang jelas[3]. Untuk apa kuliah? Pertanyaan tersebut menjadi sangat penting sebab niatlah yang dapat memunculkan tekad, dan tekadlah menciptakan aksi nyata yang berdampak pada hasil. Segera tentukan apa sebenarnya tujuan kita berkuliah! Melalui tujuan yang jelas, proses akademik dapat lebih terarah.
Selain optimalisasi akademis, sebagai mahasiswa yang mengemban tugas pengabdian masyarakat, perlu optimalisasi organisasi. Organisasi sebagai jembatan menjalankan tugas mengabdi untuk masyarkat dan melatih berbagai softskill. Organisasi dapat diibaratkan sebagai miniature kehidupan bermasyarakat. Sebab dalam berorganisasi dapat memaksimalkan kemampuan bersosialisasi, menghargai keunikan setiap individu, dan proses menjadi pemimpin yang amanah. Beberapa langkah yang dapat untuk optimalisasi antara lain (1) tentukan tujuan ikut organisasi. Mengikuti organisasi tidak hanya sekadar ikut-ikutan, tetapi jelas tujuan mengikutinya. Jika tidak dapat mengetahui tujuan yang pasti, maka kebermanfaatan beroganisasi akan sia-sia. Hill juga menyatakan bahwa untuk sukses harus mempunyai tujuan yang pasti[4]. Seseorang perlu mempunyai rencana untuk mecapainya. Sebab tidak ada sesuatupun yang  dapat dicapai tanpa adanya rencana sistematis. (2) Mempengaruhi bukan terpengaruh. Dalam berorganisasi dapat ditemukan berbagai energi baik positif ataupun negatif. Oleh sebab itu, berusaha menjadi pribadi yang mempengaruhi bukan terpengaruh. Jadilah medan magnet positif yang dapat memotivasi yang lain dan mengalahkan electron-elektron negarif tiap individu. Beberapa langkah tersebut, tetap menjadi suatu teori bila tak ada pembuktian pasti. Oleh sebab itu, sebagai kaum intelektual, cobalah membuktikan hal di atas untuk menjalankan tugas mahasiswa; penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat.


[1] Tri Kompetensi Dasar DPP IMM hlm. 58
[2] Ibid
[3] Setia Furqon Kholid, Jangan Kuliah! Kalau Gak Sukses, Sumedang: Rumah Karya, 2010, hlm. 101
[4] Napoleon Hill, The Magic Ladder to Success, Yogyakarta: MItra Sejati, 2010, hlm. 77
Share:

No comments:

Post a Comment

Popular

Labels

Recent Posts

Label Cloud

About (3) Agenda (15) Artikel (24) bidang hikmah (4) Bidang Immawati (1) Bidang Kader (3) bidang SPM (1) BTKK (5) buletin (2) Data Base (2) ekowir (1) galeri (6) Immawan (3) Immawati (10) Informasi (10) islam (2) Kajian (1) MAKALAH (2) muktamar48 (2) Opini (16) Organisasi (4) Profil (1) Puisi (4) Resensi (6) Review (1) struktur (2) Tabligh (2)

QOUTES

Tidak akan ada kebenaran yang muncul di kepala, bila hati kita miskin akan pemahaman terhadap ajaran agama Allah.
-KH.Ahmad Dahlan