KOMERSIALISASI PENDIDIKAN: DAMPAK PADA KELANGSUNGAN BELAJAR PESERTA DIDIK

KAJIAN AKADEMIS

 

KOMERSIALISASI PENDIDIKAN: DAMPAK PADA  KELANGSUNGAN BELAJAR PESERTA DIDIK 

 


 

  

Disusun Oleh:

Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik

 

IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH 

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2022/2023



Pendahuluan 

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berperan penting dalam mencapai kesejahteraan hidup manusia bahkan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari seluruh proses aktivitas manusia. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan manusia terhadap pendidikan merupakan hal yang mutlak dalam kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat, bangsa dan negara (Burga, 2019). Selama ini sering dikemukakan bahwa pendidikan merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara. Bahkan konstitusi, undang-undang maupun doktrin agama mengakui akan hal tersebut. Namun, pada kenyataannya justru menunjukkan hal sebaliknya, artinya terdapat ketidakselarasan yang dilakukan dalam proses berjalannya pendidikan di negara ini.

Tak usah jauh-jauh menilik pada pelosok negeri ini, disekitar lingkungan yang kita tinggali saja masih banyak masyarakat (anak) yang sangat kesulitan untuk merealisasikan program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah, yakni program wajib belajar Sembilan tahun. Hal tersebut tentunya bukan alasan ketidakmampuan masyarakat. Ketidakmampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, terutama Lembaga pendidikan negeri yang masih mahal dalam menerapkan biaya pendidikannya (Musayyidi, 2020). Ditambah lagi banyaknya pungutan liar yang terjadi belakangan ini semakin membuat masyarakat merasa kesulitan dalam mendapatkan pendidikan terutama masyarakat kelas menengan ke bawah. 

Jika ditinjau secara universal tentang pendidikan di Indonesia maka akan terlihat ketidak selarasan yang terjadi dalam tubuh pendidikan itu sendiri. pendidikan merupakan suatu upaya dalam proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamentalis, terutama membentuk daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional). Pendidikan juga merupakan aktivitas yang diorientasikan kepada pengembangan individu manusia secara optimal. Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut Langeveld, Pendidikan merupakan suatu usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari – hari dan sebagainya) dan di tujukan kepada orang orang yang belum memiliki kedewasaan.

Jika kita lihat dalam Pasal 34 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Giroux (2008) mengatakan adanya komersialisasi pendidikan telah mengubah intitusi pendidikan yang berbasis efisiensi ekonomis menjadi perusahaan penyedia elite masyarakat dan kuli kerja. Akibat komersialisasi pendidikan inilah, banyak Lembaga pendidikan yang kemudian menganut paradigma pendidikan yang bersifat ekonomis. Komersialisasi pendidikan secara perlahan juga telah membuat jurang pemisah antara pihak yang mempunyai modal banyak dan pihak yang memiliki modal terbatas. Meninjau yang telah diungkapkan oleh Ilich (2006), komersialisasi pendidikan dianggap sebagai misi lembaga pendidikan modern yang mengabdi kepada kepentingan pemilik modal saja dan bukan sebagai sarana pembebasan bagi kaum kelas bawah. Akibat dari hal tersebut maka ketercapaian pendidikan humanis yang dicita-citakan hanya sebagai angan-angan belaka karena adanya komersialisasi pendidikan.

Proses memanusiakan manusia dalam aspek pendidikan yang dianggap sebagai upaya dalam proses pemberdayaan potensi dan kompetensi individu untuk menjadi manusia berdaya yang berkualitas sepanjang hayat, namun yang terjadi saat ini belum juga tercapai seutuhnya. Pendidikan tidak mampu mengangkat kehidupan manusia ke dalam kelas sosial yang lebih tinggi seperti yang telah diungkapkan oleh Clark bahwa pendidikan dapat dipergunakan untuk membantu penduduk dalam meningkatkan taraf hidupnya ketingkat yang lebih tinggi melalui upaya masyarakat sendiri (Ravik Karsidi, 2005).

Pada era disrupsi saat ini terjadi proses globalisasi yang menyatukan kehidupan umat manusia. masyarakat merupakan salah satu pemegang hak, maka tujuan lembaga-lembaga pendidikan seharusnya menampung aspirasi masyarakat dan bukan hanya menampung yang diinginkan oleh birokrasi. Ketidak-adilan dalam bidang ekonomi sangat tampak dalam masyarakat kapitalisme liberal. Untuk menutupi ketimpangan ini negara menarik pajak besar kepada para kapitalis dan memberi santunan kepada mereka yang menganggur dan miskin. Kompensasi seperti ini dianggap sudah cukup untuk menutupi keslahan sistem Kapitalisme Liberal. 

Karl Marx dan pengikutnya mengkritik sistem ini dan berusaha mengantikannya dengan sistem Sosialisme yang dianggapnya lebih adil. Namun, dalam kenyataannya, negara negara yang menganut sistem sosialisme juga tidak dapat menjalankan atau bahkan merealisasikan karena tidak mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Pendidikan di Indonesia masih merupakan investasi yang mahal, sama halnya belanja di Mall. Hanya segelintir orang yang dapat merasakan. Dunia pendidikan di Indonesia yang dirasakan saat ini dianggap belum dapat mencapai titik keberhasilan yang diharapkan bersama.

TUJUAN

Tujuan pada penulisan ini untuk mengkaji dampak yang terjadi terhadap adanya komersialisasi pendidikan yang semakin mempersulit masyarakat untuk mengakses pendidikan. Tujuan ini terbagi atas dua bagian: 

a.   Tujuan teoritis

Kajian ini dibuat sebagai referensi ilmiah dalam menanggapi komersialisasi pendidikan. Dari kajian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan secara umum maupun khusus terhadap kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.

b.   Kajian taktis

Sebagai pijakan IMM FKIP dan elemen-elemen yang ada pada Universitas Muhammadiyah Surakarta

METODE 

Pada kajian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis dokumen atau teks. Selain itu, juga digunakan sebagai bentuk pemberian gambaran dan menjelaskan data yang terdapat dalam dokumen terdahulu. Penelitian ini menggunakan metode dekskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk merumuskan secara utuh tentang suatu variable, gejala, atau keadaan, (Gurinto, A.l. 2018).

PEMBAHASAN

“untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” (paragraph keempat pembukaan UUD 1945).

Kemajuan suatu bangsa dapat terlihat dari seberapa penting memaknai sebuah pendidikan. Kemajuan sebuah negara merupakan implikasi peletak prioritas utamanya adalah pendidikan. Di Indonesia, prioritas pendidikan menjadi hal yang paling diutamakan, sebagaimana yang telah tercantum pada pembukaan UUD 1945. Progress pemerintahpun terlihat dalam meletakkan pendidikan menjadi prioritas utama dengan mewajibkan selama Sembilan tahun, dengan disertai bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Dengan dalih konstitusi UUD 1945 menjamin sekurang-kurangnya 20 persen anggaran APBN dan APBD untuk pendidikan serta ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur didalamnya. 

Akan tetapi, realitas yang terjadi dalam praktik pendidikan di Indonesia makin hari makin mahal segala macam bentuk komersialisasi dilakukan dengan mengatasnamakan pendidikan. Sehingga, pendidikan dijadikan sebagai sarana atau ajang komoditas. Sudah menjadi hal yang mutlak jika biaya pendidikan mahal dan dikomersialisasikan menjadi komoditas pendidikan akan berdampak pada diskriminatif pendidikan, yang dapat merasakan pendidikan ialah mereka yang memiliki ekonomi tinggi. Ketidakmerataan dan kesenjangan sosialpun akan terus bergulir, sehingga menjadi hal yang kontradiktif disaat biaya pendidikan mahal dibarengi dengan eskalasi angka kemiskinan yang tinggi.

A. Realitas komersialisasi pendidikan 

Komersialisasi pada saat ini seringkali hanya dipandang serjalan pada sektor formal saja. Artinya yang dianggap komersil itu hanya sebatas pada unsur-unsur formal seperti biaya pendidikan yang mahal, pungutan iuran yang tidak jelas, dan lain sebagainya. Akhirnya untuk mencapai atau menuju pendidikan itu terasa sulit. Tentu jawaban itu tidak salah. Namun, pernahkan terpikir bahwa komersialisasi bukan hanya sebatas pada sektor formal akan tetapi sudah merasuki tubuh pendidikan bahkan di dalam setiap orang-orang yang ada di dalamnya, juga termasuk para pelajar itu sendiri dan saat ini sudah menjadi budaya tersendiri.  

Sesungguhnya protipe pendidikan saat ini berorientasi pada pasar. Ambil saja sebagai contoh misalnya IPDN, banyak lulusan yang kementrian dalam negeri, dan lain sebagainya artinya segala perangkat kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Terutama program program studi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun sekolah kejuruan. Faktanya memang demikian, perguruan tinggi yang bersifat baru sekalipun akan tetapi menawarkan program studi yang sangat dibutuhkan oleh pasar, dan dengan sendirinya calon mahasiswa berbondog-bondong mendaftarkan diri. Apalagi jika peluang karir dan pendapatannya begitu besar. 

Indikasinya, dalam perspektif fakta sosial Emile Durkheim, bahwa pendidikan saat ini hanya mencari legalitas berupa ijazah agar dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya (Ingat! Keahlian hanya untuk bekerja, bukan untuk ilmu itu sendiri). Jadi lebih jelas menurut teori fakta sosial ini, alasan seseorang menjalani pendidikannya karena ingin menuntut ilmu, untuk mencari pengalaman, menjadi intelektual agar menjadi humanis, dan alasan lain yang kiranya terasa idealis tidak akan diterima karena tidak terukur. Tentu yang sangat jelas adalah karena memang perusahaan dan lapangan pekerjaan yang lain mensyaratkan ijazah hanya sebagai legalitas saja. 

B. Pendidikan Nir-Kebudayaan

Secara politis, menjamur sekolah-sekolahan yang bertaraf internasional dan perguruan tinggi yang berubah menjadi badan layanan umum (BLU) atau badan hukum milik negara (BHMN), menjadi pertanda bahwa pemerintah ingin lepas tangan dari dunia pendidikan. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita dilepaskan atau diserahkan kepada pasar. Tentu yang paling sengsara adalah masyarakat miskin. Pendidikan yang digadang-gadang untuk merubah nasib masyarakat miskin tampak sebatas isapan jempol belaka. Jelas dengan pendidikan model ini, yang kaya akan semakin menjadi kaya dan yang miskin menjadi semakin sengsara. Karena watak pasar sebagai bentuk nyata globalisasi adalah jahat dan rakus. 

Jika pendidikan kemudian diserahkan kepada pasar, amanat UUD di atas akan sulit terealisasikan. Justru dampak yang timbul adalah kesenjangan dan ketidak merataan ekonomi semakin bertambah. Bahkan yang lebih ironisnya, watak pendidikan tak ubahnya sebuah industri yang memproduksi pikiran-pikiran seragam yang terperanjat dalam motif-motif komersil dan keuntungan semata. Siswa yang sekolah atau kuliah, misalnya, hanya dipersiapkan untuk terjun ke dunia industri menjadi pekerja, dan budak-budak mesin industrialisasi dan kapitalisme.

Dampaknya, nalar kebudayaan sudah tidak lagi dihiraukan dan dianggap penting dalam dunia pendidikan. Pemikiran-pemikiran yang bermotif moral, spiritual, estetik dan kemanusiaan tidak mendapat tempat dalam pendidikan model saat ini. Tanpa disadari pendidikan di indonesia terutama, telah terkena penyakit “merkantilisme”. Ketika melihat sistem pendidikan ini sebagai sebuah sistem koorporasi maka yang akan terjadi seperti yang dituduhkan oleh banyak pengamat pendidikan yaitu pendidikan sebagai ajang komersialisasi dan komoditas. Kondisi tersebut sessungguhnya sudah benar-benar terjadi dalam tubuh pendidikan saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sebagai penghasil kebijakan sekaligus sebagai penyelenggara pendidikan telah terpancing dalam sebuah sistem koorporasi. Walaupun tidak semuanya sistem koorporasi itu buruk apabila diterapkan dalam sistem pendidikan indonesia, hanya saja dikhawatirkan akan mengubah total watak pendidikan nasional menjadi sangat legal formal-manajerial dan ekonomi kapitalis.

Ada sisi negatifnya apabila sistem pendidikan menganut sistem koorporasi yang identik dengan kapitalistik dan liberalistik. Namun, sisi positifnya ketika sistem itu benar-benar diterapkan. Maka akses masyarakat melalui Lembaga-lembaga swasta mempunyai akses yang besar untuk ikut serta dalam kiprah dunia pendidikan melalui berbagai Kerjasama yang menguntungkan antar masing-masing Lembaga. 

Pendidikan yang notabene adalah sebuah wacana pencarian pengetahuan dan kebenaran, kini dijadikan sebagai wacana pencarian keuntungan. Ketika pendidikan sudah menjadi bagian dari sistem kapitalisme seperti ini, maka berbagai paradigma, metode, dan Teknik-teknik yang dikembangkan di dalamnya menjadi sebuah cara untuk mengukuhkan hegemoni kapitalisme tersebut. Saat ini telah terlihat secara kontras bahwa pemahaman modern telah melegalkan pemahaman tujuan pendidikan. Dimana pada akhirnya pendidikan hanya bertujuan agar supaya manusia dapat memenuhi kebutuhan jangka pendeknya. Hal ini perlu dibenahi melalui sosok yang memiliki peran sentral dalam dunia pendidikan. Berikut gambaran pilar pendidikan:



Gambar: 1

Dari gambar di atas, maka dapat dipersepsikan bahwa dari semua elemen masyarakat mempunyai andil dalam dunia pendidikan, hanya saja semua unsur memiliki perannya masingmasing. penjelasan secara mendalam dapat dilihat sebagai berikut:

a.     Pemerintah

Dalam hal ini pemerintah merupakan elemen yang memiliki kebijakan serta sebagai penyelenggara pendidikan. Dengan kondisi seperti ini pemerintah berada di atas sebagai pusat koordinasi semua unsur yang berperan dalam pendidikan. Hal ini pemerintah berindikasi menciptakan jembatan-jembatan baru agar Lembaga-lembaga swasta mampu mengakses institusi pendidikan iuntuk berperan serta dalam pembangunan pendidikan baik secara finansial maupun gagasan-gagasan yang diperoleh Lembaga swasta yang perlu dikembangkan dalam institusi pendidikan.

b.     Institusi pendidikan

Dalam hal ini sangat jelas sekali bahwa keberadaan institusi pendidikan sebagai penyedia sumber daya manusia baik yang ada di dalam pemerintah maupun Lembaga swasta. Diharapkan institusi pendidikan ini banyak menciptakan solusi-solusi yang solutif dalam mengurai permasalahan permasalahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun Lembaga swasta melalui hasil riset-risetnya.

c.      Lembaga swasta

Dalam hal ini sebagai suplemen dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya ketika pemerintah dan institusi pendidikan sangat membutuhkan tenaga ekstra agar penyelenggaraan pendidikan murah dan berkualitas maka Lembaga swasta sebagai tanggungjawab sosial maupun sebagai teman mampu memberikan suntikan berupa bantuan pendanaan ataupun gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi institusi pendidikan agar institusi pendidikan benar-benar fokus pada pelayanan pendidikan dan riset-risetnya tanpa dihantui sulitnya manajemen dalam membiayai penyelenggaraanya.

d.     Masyarakat

masyarakat sebagai kontrol ketiga institusi di atas. Karena masyarakatlah yang akan   mengawasi stabilitas keadaan tersebut dalam sebuah negara. Tanpa adanya pengawasan dari masyarakat maka ketiga institusi tersebut akan berjalan seenaknya saja adan apa adanya yang pada akhirnya mengarah pada komersialisasi. Inilah pentingnya masyarakat dalam mengawasi jalannya sistem pendidikan. 

Dengan harmonisasi fungsi dan tanggungjawab dari masing-masing elemen bangs aini, maka akan tercipta pendidikan yang diharapkan yakni pendidikan yang berkualitas tanpa dihantui oleh anggapan-anggapan miring seperti komersialisasi dan komoditas pendidikan karena pada hakikatnya pendidikan adalah tanggungjawab bersama.  

KESIMPULAN

Jika sebuah negara ingin merealisasikan kesejahteraan umum, seperti yang tercantum pada undang-udang dasar 1945 maka pemerintah sebagai pemegang kebijakan tertinggi harus merekonstruksi terhadap sistem yang dirasa kurang atau tidak menguntungkan masyarakat secara universal yang jatuhnya hanya keberpihakan kepada kaum kapitalis semata. Pendidikan menjadi bagian dari berbagai kepentingan atau keinginan masyarakat yang tidak lepas dari kesejarahan dan cita-cita suatu negara bangsa dalam perubahan besar dunia untuk mencapai kemajuannya. Pendidikan juga merupakan kebutuhan paling utama dalam kehidupan manusia sehingga proses pendidikan dan kegiatan pembelajaran harus terencana secara konkrit.


DAFTAR PUSTAKA

Burga, M. A. (2019). Hakikat Manusia sebagai Makhluk Pedagogik. Al-Musannif, 1(1), 1931.

Sulfasyah, S., & Arifin, J. (2016). Komersialisasi pendidikan. Equilibrium: Jurnal Pendidikan, 4(2).

Fellang, I. (2022). Liberalisasi Dan Komersialisasi Pendidikan. Dirasat Islamiah: Jurnal Kajian Keislaman, 3(1), 13-26.

Musayyidi, M. (2020). Menyoal Komersialisasi Pendidikan di Indonesia. Jurnal Kariman, 8(1), 125-140.

llich, I. (2006). Deschooling society. EF Provenzo, Critical Issues in Education: An Anthology of Readings, 120-126.

Giroux, H. A. (2008). Education and the Crisis of Youth: Schooling and the Promise of Democracy. The Educational Forum, 73(1), 8-18. Taylor & Francis Group.

Guritno, A. L. (2018). Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau dalam Dunia Hiburan Malam (Studi Deskriptif Tentang Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Jakarta dalam Dunia Hiburan Malam di Kota Surabaya) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

 


Share:

1 comment:

Popular

Labels

Recent Posts

Label Cloud

About (3) Agenda (14) Artikel (22) bidang hikmah (4) Bidang Immawati (1) Bidang Kader (2) bidang SPM (1) BTKK (5) buletin (2) Data Base (2) ekowir (1) galeri (5) Immawan (2) Immawati (9) Informasi (10) islam (2) Kajian (1) MAKALAH (2) muktamar48 (2) Opini (16) Organisasi (4) Profil (1) Puisi (4) Resensi (6) Review (1) struktur (2) Tabligh (2)

QOUTES

Tidak akan ada kebenaran yang muncul di kepala, bila hati kita miskin akan pemahaman terhadap ajaran agama Allah.
-KH.Ahmad Dahlan