Penulis : Ikbal Raehan Rahmatulloh
Tidak disadari, ketika Idulfitri
1444 H / 2023 terjadi radikalisme yang dilakukan oleh pemerintah Pekalongan dan
Sukabumi terkait pelarangan penggunaan fasilitas publik untuk pelaksanaan
sholat Idul Fitri dikarenakan berbeda dengan Muhammadiyah. Namun setelah
kejadian pelarangan penggunaan fasilitas public, terjadi ujaran radikal yaitu
upaya menebarkan kebencian umat dan per pecahan umat Islam khususnya
Persyarikatan Muhammadiyah yang diancam oleh A.P Hasanudin dan Thomas
Djamaludin. Tapi Apa sih Radikal itu dan Bagaimana oranng – orang bisa dianggap
Radikal?
- Memahami Pengertian Radikal,
Radikalisme
Secara epitimologi
radikal berasal dari kata latin yang berarti “Akar”. Kata radikal sesungguhnya
netral. Menurut The Concise Oxford
Dictionary (1987), istilah radikal
berarti ‘akar’, ‘sumber’, atau ‘asal muasal’. Dimaknai lebih luas, istilah
radikal mengacu pada hal – hal mendasar, prinsip – prinsip fundamental, pokok
soal, dan esensial atas bermacam gejala, atau juga bisa bermakna “tidak
biasanya”. Dalam buku Prasanta
Chakaravaty yang berjudul : Like
parchment in the fire: Literature and Radicalisme in the English Civil War
Radical merupakan kata yang berasal dari kata latin yaitu radix artinya
pertaining to the roots ( memiliki hubungan dengan akar). Sementara Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan radikal “ Secara mendasar, maju dalam
berfikir atau bertindak”. Sedangkan Encarta
Dictionaries mengartikan kata Radical sebagai “Favoring major changes: favoring or making economic, political or
social changes of sweeping or extreme nature” ( membantu terjadinya
perubahan – perubahan besar, terutama membantu terjadinya atau membuat
perubahan ekonomis, politis, atau perubahan sosial secara luas atau ekstrem).
Sama halnya dengan
Radikal. Radikalisme menurut dalam studi sosial merupakan pandangan yang ingun
melakukan perubahan yang mendasar sesuai dengan realitas atau ideology yang
dianutnya. Radikal dan Radikalisme
memiliki konsep yang sama yaitu netral dan
tidaak bersifat pejoratif. Radikalisme mempunyai proses perubahan yang
memiliki cara damai, kekerasan dan persuati. Jadi, pengertian dari kata
Radikalisme adalah sebagai suatu sikap yang mendambakan perubahan dari status quo dengan suatu yang
baru sama sekali berbeda dengan yang awal.
- Radikal menurut para filsuf
Konsep Radikalisme
sering menjadi topic diskusi para filsuf dalam mengkaji etika, politik, dan
masyarakat. Para filsuf memberikan pandangan dan pendapat yang berbeda – beda
terkait dengan pengertian radikan dan kaitannya dengan kehidupan sosial dan
politik.
Beberapa pandangan dari
para filsuf tentang pengertian radikal yaitu
1.
Friedrich Nietzche
Nietzche memberikan
pandangan bahwa radikalisme merupakan kekuatan positif dalam transformasi
sosial. Baginya, radikalisme adalah semangat untuk menciptakan kebebasan dan
perubahan yang memerlukan sikap berani dan tindakan terbuka. Namun, ia
menekankan pentingnya pemikiran kritis dan refleksi diri dalam menghadapi
radikalisme agar tidak menjadi destruktif.
2.
Jean-Paul Sartre
Sartre memandang
radikalisme sebagai sikap atau tindakan yang muncul dari ketidakpuasan terhadap
status quo. Baginya, radikalisme merupakan upaya untuk mengubah sistem atau
struktur sosial yang dianggap tidak adil dan menguntungkan kelompok tertentu
saja. Namun, Sartre juga menekankan pentingnya menghindari kekerasan dalam
menghadapi ketidak adilan sosial.
3.
Hannah Arendt
Arendt menekankan bahwa
radikalisme dapat menjadi bahaya ketika tidak diimbangi dengan pemikiran kritis
dan moralitas. Baginya, radikalisme yang hanya berfokus pada tujuan atau agenda
tertentu tanpa memperhatikan akibat dan konsekuensinya dapat menimbulkan
kekacauan dan merusak tatanan sosial. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya
refleksi diri dan dialog sebagai cara untuk radikalisme
- Bagaimana orang bisa dianggap
Radikal
Istilah radikal sering
digunakan dalam konteks politik dan sosial untuk menggambarkan individu atau
kelompok yang memegang pandangan yang sangat ekstrim atau jauh dari pandangan
mayoritas. Namun, definisi dan persepsi tentang apa yang dianggap radikal dapat
bervariasi diantara masyarakat dan kelompok politik yang berbeda.
Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dianggap radikal, antara lain:
1.
Pendapat politik
Seseorang dapat dianggap
radikal jika ia memegang pandangan politik yang sangat ekstrem dan bertentangan
dengan pandangan mayoritas. Misalnya, orang yang mendukung ideologi ekstrem
seperti fasisme atau komunisme sering dianggap radikal
2.
Tindakan ekstrem
Tindakan ekstrem seperti
kekerasan, terorisme, atau tindakan criminal dapat membuat seseorang atau
dianggap radikal. Tindakan tersebut sering dilakukan oleh kelompok – kelompok
ekstremis seperti kelompok teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan dalam
demontrasi politik.
3.
Kepribadian dan
penampilan
Seseorang atau kelompok
dapat dianggap radikal berdasarkan kepribadian
atau kelompok dapat dianggap radikal berdasarkan kepribadian dan
penampilan mereka. Orang yang memiliki penampilan yang tidak biasa, seperti
rambut atau pakaian yang mencolok, dapat dianggap radikal oleh masyarakat yang
konservartif. Selain itu, seorang terlihat agresif atau ekstrensik dapat juga
dianggap sebagai radikal.
Namun, persepsi tentang
siapa yang dianggap radikal seringkali bersifat relative dan tergantung pada
konteks sosial dan politik. Misalnya, seseorang yang dianggap sebagai pahlawan
bagi kelompok yang memperjuangkan hak – hak minoritas. Dalam konteks politik,
penggunaan istilah radikal juga dapat digunakan sebagai taktik propaganda untuk
mencemarkan nama baik lawan politik atau kelompok minoritas.
Nah, setelah melihat makna radikal dan orang dianggap
radikal. Maka, apakah yang dilakukan A.P Hasanudin dan Thomas Djamaludin
(BRIN); Pemerintahan Pekalongan dan Suka bumi termasuk kegiatan Radikal?
Apakah Radikalisme diperlukan untuk memerangi kekejaman
pemerintahan Indonesia/
Silahkan tulis dikolom komentar
1. Arendt, H. (1969). On Violence.
Harcourt, Brace & World.
2. Nietzsche, F. (2002). The Will to
Power. Vintage Books.
Sartre, J. P. (2003). Search for a
Method. Vintage Books.
3. Mouffe, C. (2005). On the
Political. Routledge.
4. Honig, B. (1993). Political
Theory and the Displacement of Politics. Cornell University Press.
5. Galston, W. A. (2002). Political
extremism in the 21st century. Political Science Quarterly, 117(1), 1-20.
6. Gurr, T. R. (1970). Why men
rebel. Princeton University Press.
7. Hoffer, E. (1951). The true
believer: Thoughts on the nature of mass movements. Harper & Row.
8. Jost, J. T., Federico, C. M.,
& Napier, J. L. (2009). Political ideology: Its structure, functions, and
elective affinities. Annual Review of Psychology, 60, 307-337.
9. McAdam, D., & Kloos, K.
(2014). Conceptual origins, current problems, future directions. The Oxford
Handbook of Social Movements, 3-24.
10. Mustofa, Imam.,& Mahmudah,
Nurul (2019). Radikalisasi & Deradikalisasi pemahaman Islam pengantar:
Prof. Masdar Hilmy, S. Ag., MA., Ph. D (helm : 1-10). Yogyakarta: Metrouniv
Perss bekerjasama dengan Penerbit Idea Press Yogyakarta