Jangan Terburu-buru, Temukan Maknamu!

Oleh: IMMawati Desla Fitriana

Kader PK IMM FKIP UMS


Standar Pendidikan di Indonesia kini telah berubah. Dahulu wajib belajar 12 tahun, yang artinya lulusan SMA merupakan satu hal yang membanggakan. Namun, berbeda dengan sekarang. Banyak orang berbondong-boondong kuliah, bukan karena telah menemukan makna dan tujuan mengapa mereka memutuskan untuk kuliah, tapi kebanyakan mereka hanya mengejar validasi masyarakat.

Kita selalu tahu ingin jadi apa, tapi pada akhirnya kita tak pernah tahu akan jadi apa. Berjuanglah atas apa yang kita inginkan semaksimal mungkin, namun jangan berjuang karena untuk mengejar pengakuan orang lain. Standar penilaian setiap orang berbeda-beda. Kita sungguh akan lelah jika mengikutinya. Alhasil, validasi tak kita dapati, tapi justru kita malah kehilangan makna hidup. Yakinkan pada diri kita bahwa ridha manusia adalah puncak yang tidak akan pernah dapat kita gapai.

Ketika kita tidak kuliah, lantas ada perkataan menyakitkan karenanya. Mungkin sebagian kita mengira, masalah akan selesai ketika kita kuliah. Namun tidak demikian faktanya. Ketika kita menjadi seorang sarjana dan tak kunjung dapat kerja, itu pun akan menjadi masalah baru. Pada akhirnya kita menyadari bahwa kuliah bukan solusi dari permasalahan terkait validasi orang terhadap diri kita.

Banyak orang ingin kuliah di tempat dan jurusan tertentu hanya untuk mendapatkan prestise dan pujian orang lain. Lagi-lagi sebab mengapa kita kuliah terdistorsi oleh validasi orang lain. Ketahuilah, bahwa terkadang di mana kita belajar, tak selalu merepresentasikan diri kita yang sebenarnya. Jangan jadikan diri ini besar karena almamater. Tapi buatlah almamater yang kita gunakan, besar karena diri kita.

Suatu fakta yang menyedihkan memang, banyak orang berambisi dan berlomba-lomba untuk masuk ke perguruan tinggi, namun ketika ditanya mengapa mereka kuliah, banyak yang tak bisa menjawab atau menjawab dengan jawaban-jawaban klise. Membanggakan orang tua? Benarkah orang tua akan bangga jika kita telah menjadi sarjana? Apakah jika kita tidak dapat menjadi sarjana, lantas orang tua kita malu memiliki anak seperti kita?

Jika kita kita menjadi orang tua, memang kita pasti akan bangga ketika anak kita menjadi sarjana. Tapi kita pun akan tetap dan sangat bangga ketika anak kita, tumbuh menjadi anak yang baik, sopan, dan berbakti kepada orang tua, meski bukan seorang sarjana. Kita seringkali membuat alasan yang nampak bijak untuk menutupi gengsi yang sedang kita turuti.

“Mengapa kita kuliah” adalah pertanyaan yang terlalu singkat untuk dikatakan sulit dan terlalu fundamental untuk dijawab. Banyak orang kuliah bak sedang mengikuti lomba lari. Berusaha lulus cepat dan juga menyandang gelar cumlaude. Lulus cepat itu bisa baik, bisa juga buruk. Namun yang terpenting, jangan petik buah sebelum ia benar-benar matang. 

Pada akhirnya kita menyadari bahwa kuliah itu lebih dari sekedar mendapatkan validasi orang, meraih prestise, dan menyelesaikan masalah. Jangan terburu-buru memutuskan untuk kuliah karena tekanan lingkungan, temukan dulu maknamu. Jangan terjebak pada Action Bias, yang beranggapan bahwa melakukan aksi akan lebih berharga ketimbang tak melakukan aksi, meskipun aksi itu tak memberikan manfaat atau dampak positif bagi kita. Ingatlah bahwa kita harus melakukan sesuatu karena kita memang membutuhkannya, bukan hanya sekedar karena kita mampu melakukannya. 

Share:

5 comments:

Popular

Labels

Recent Posts

Label Cloud

About (3) Agenda (14) Artikel (22) bidang hikmah (4) Bidang Immawati (1) Bidang Kader (2) bidang SPM (1) BTKK (5) buletin (2) Data Base (2) ekowir (1) galeri (5) Immawan (2) Immawati (9) Informasi (10) islam (2) Kajian (1) MAKALAH (2) muktamar48 (2) Opini (16) Organisasi (4) Profil (1) Puisi (4) Resensi (6) Review (1) struktur (2) Tabligh (2)

QOUTES

Tidak akan ada kebenaran yang muncul di kepala, bila hati kita miskin akan pemahaman terhadap ajaran agama Allah.
-KH.Ahmad Dahlan