Oleh : Doni Stiawan
Mahasiswa Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pancasila merupakan dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia yang di dalamnya terdapat 5 sila. Pancasila seharusnya dijadikan sebagai pedoman bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bernegara. Karena sila-sila yang sudah terbentuk merupakan ciri khas serta cerminan bangsa dan negara Indonesia. Namun ironisnya, sila-sila yang ada hanya dijadikan sebagai syarat upacara dan diucapkan dengan lisan tapi tidak dengan tindakan. Hal tersebut sama saja dengan peribahasa “murah di mulut mahal di timbangan” yang artinya mudah mengatakan, tetapi sukar melakukannya. Jika hal tersebut masih tertanam dalam diri bangsa, Indonesia tidak akan mampu menyetarakan derajatnya dengan negara lain.
Bercermin dengan sila pancasila yang kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila keempat yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, apakah bangsa Indonesia sudah adil?, apakah keadilan sosial yang tertulis jelas telah merata kepenjuru negeri?. Itu semua belum terealisasikan dan teraktualisasikan sama sekali. Padahal seharusnya, keadilan sosial dalam negara hukum pancasila mempunyai makna bahwa pendistribusian sumber daya ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan sosial terutama bagi kelompok masyarakat terbawah atau masyarakat yang lemah sosial ekonominya. Selain itu keadilan sosial juga menghendaki upaya pemerataan sumber daya agar kelompok masyarakat yang lemah dapat dientaskan dari kemiskinan dan agar kesenjangan sosial ekonomi di tengah-tengah masyarakat dapat dikurangi (purwanto,2017 :30). Dengan adanya ketidakadilan di Indonesia, tidak bisa dipungkiri jika nantinya akan timbul masalah dalam pertumbuhan ekonomi, berkurangnya sumber daya manusia, timbulnya kesenjangan dimana-mana, dan lain-lain.
Sebagai contoh, masih adanya ketidaksetaraan gender di masyarakat terutama terhadap pekerja perempuan merupakan dampak dari ketidakadilan sosial. Mendengar peran perempuan, stereotip masyarakat tentunya tidak lari dari peran yang biasa tumbuh di masyarakat seperti melahirkan, merias diri, dan memasak. Atau dalam istilah jawa dikenal dengan sebuatan 3 M (Manak, Macak, Masak). Padahal peran perempuan tidak hanya itu, justru peran perempuan sangatlah penting dalam membangun negara. Di lingkungan kerja kesetaraan gender masih belum mampu terwujud. Karyawan perempuan masih menerima kesenjangan perlakuan dibanding karyawan laki-laki. Padahal, kesetaraan gender jika diterapkan secara konsisten dapat menimbulkan dampak positif secara luas, baik untuk korporasi, komunitas, bahkan untuk negara. Pekerja perempuan sering dianggap derajatnya lebih rendah dari pada laki-laki, sehingga tidak jarang kita melihat jabatan perempuan di bawah jabatan laki-laki. Walaupun ada beberapa yang bisa menempatkan dirinya sebagai pemimpin, namun lebih banyak yang menjadi bawahan.
Dari segi upah atau gaji, kaum perempuan juga mengalami kesenjangan pendapatan. Keterlibatan perempuan dalam bidang pekerjaan sering tidak diperhitungkan, besarnya upah yang diterima perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Dengan tingkat pendidikan yang sama, pekerja perempuan hanya menerima sekitar 50% sampai 80% upah yang diterima laki-laki. Selain itu banyak perempuan yang bekerja pada pekerjaan marginal sebagai buruh lepas, atau pekerja keluarga tanpa memperoleh upah atau dengan upah yang rendah (Wibowo, 2011: 358). Dilansir dari media CNN Indonesia, Citigroup melaporkan gaji pekerja perempuan di perusahaannya lebih rendah 27 persen dibandingkan pekerja laki-laki. Kesenjangan ini membaik dibandingkan tahun 2018 lalu, di mana gaji pekerja perempuan 29 persen lebih rendah dari pekerja laki-laki. Tak hanya itu, dalam hal pencarian karyawan, terutama perempuan, kita lihat bahwa keadaan fisik juga sering menjadi penghalang bagi calon karyawan untuk bisa bergabung di perusahaan tersebut. Banyak diantara perusahaan yang mencari karyawan dengan syarat berkulit putih, tinggi, bentuk badan ideal, dan lain-lain. Dalam hal pekerjaan pada hakikatnya semua orang mempunyai peluang untuk bisa bergabung dalam perusahaan tersebut. Seharusnya suatu perusahaan tidak sepantasnya melihat seseorang itu dari segi fisik dan gendernya, melainkan melihat kemampuan yang ada pada diri seseorang. Karena semua orang itu berhak mendapat hak yang sama dan selama mereka bisa kenapa tidak.
Hal tersebut merupakan salah satu bukti dari belum adanya kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki. Seharusnya pemerintah harus lebih fokus untuk mengatasi masalah mengenai ketidaksetaraan gender ini. Karena, laporan
penelitian McKinsey Global Institute bertajuk The Power of parity: How Advancing Women's Equality Can Add $ 12 Trillion to Global Growth menyebutkan, jika dunia dikelola secara lebih setara antara laki-laki dan perempuan, maka akan mendatangkan keuntungan 12 triliun dollar AS sampai 2025. Untuk Kawasan Asia Pasifik, dengan penerapan kesetaraan gender yang tepat, maka akan tercipta pertumbuhan hingga 4,5 triliun dollar AS pada 2025.
Salah satu cara yang pemerintah Indonesia harus lakukan dalam mengatasi ketidaksetaraan gender adalah dengan menerapkan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) diperlukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat bisa terlibat dalam proses pembangunan. Sehingga diharapkan pembangunan yang dilaksanakan dapat bermanfaat bagi semua. Kemudian, memberdayakan perempuan indonesia di sektor formal. Artinya ada jaminan perlindungan hukum, yang diperlukan untuk kelangsungan ekonomi mereka. Selain itu, pemerintah Indonesia harus memberikan kebijakan yang ramah terhadap perempuan. Salah satunya di lingkungan kerja, perusahaan di Indonesia perlu mengambil langkahlangkah konkrit dalam mempromosikan budaya kolaboratif, memberikan eksposur yang lebih besar untuk karyawan perempuan dan upah yang sesuai untuk pekerjaan yang setara dengan laki-laki. Ernest Hutagalung, Chief Financial Officer Telkomtelstra, menekankan pentingnya peran sektor swasta untuk mengimplementasikan kesetaraan gender guna mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Hal semacam itulah yang harus indonesia lakukan agar ketidaksetarakan gender di Indonesia bisa terhapuskan demi kesejahteraan dan keadilan bangsa Indonesia. Sehingga, nama Indonesia pantas disandingkan dengan negara-negara lain. Mengutip perkataan ibu Megawati Soekarno Poetri, dalam pidatonya, beliau menegaskan “ Banyak perempuan Indonesia yang masih menginginkan kesetaraan, padahal sebenarnya kata itu salah. Kalau kita membaca konstitusi negara kita yaitu UUD 1945, disitu tidak ada sebutan laki-laki atau perempuan tetapi setiap warga negara ( laki-laki maupun perempuan) memiliki hak yang sama dimata hukum”. Artinya negara sebenarnya telah memberikan dengan sah kepada kaum perempuan Indonesia derajat yang sama dengan kaum laki-laki. Keadilan sosial hanya mungkin dengan makin memberdayakan warga, dan bukan justru memperlemah dan melucuti hak-haknya; dengan menghormati dan menjamin kedaulatan rakyat dan bukannya, atas nama apapun, justru merampas dan mengingkarinya (rasuanto,2000 : 118). Oleh karena itu, sebagai seorang perempuan jangan pernah berpikir bahwa kaum perempuan letaknya di belakang kaum laki-laki.
Daftar Pustaka
Rasuanto, B. (2000). Keadilan Sosial Dua Pemikiran Indonesia. Wacana, 118. vol.2 no. 1 Wibowo, D. E. (2011). Peran Ganda Perempuan. Muwazah, 358. vol 3,no 1
Refrensi Situs
No comments:
Post a Comment