AKTUALISASI PEDULI UMAT
(by: Bidang Sosma IMM FKIP UMS)*
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dhalim saja diantara kamu” (Q.S-Anfal: 25)
Sebuah amal mulia, tidak akan mampu dipikul kecuali oleh orang-orang yang mulia, yang dengan amal itulah Alloh memuliakan para Nabi dan Rosul-Nya serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka dengan sebaik-baiknya. Siapapun yang mengerjakan amal tersebut, maka ia akan menyandang amal kemuliaan, sebuah kemuliaan yang tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk seluruh alam. Akan tetapi semulia apapun orang tersebut apabila melalaikan amal ini, niscaya ia akan jatuh bersama orang-orang yang hina.
Amal Ma’ruf Nahi munkar, itulah amal tersebut. sebuah kalimat, ungkapan dan istilah yang ringan dilisan namun berat untuk diemban.
Keshalihan kadangkala akan melenakan diri seseorang, sehingga mereka akan merasa cukup dan aman denganya. Ia tidak peduli dengan kondisi umat yang ada, apalagi untuk memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi Umat.
Ia hanya puas duduk-duduk di halaqah-halaqah pengajian pojok masjid. Seolah-olah ia telah melakukan hal yang sangat besar, padahal manusia disekitarnya kehausan akan kesejukan Islam dan Iman, kelaparan dan menangis karna anak dan cucunya belum menelan sesuap nasi sehingga ia merelakan duduk-duduk dipinggir-pinggir jalan tanpa sempat menimba ilmu Islam. Akankah kita yang duduk-duduk pengajian di pojok-pojok masjid akan menutup mata dan telinga melihat kedaan umat tersebut?
Padahal keshalihan tidaklah cukup untuk merubah kondisi yang ada di sekitarnya. Namun, setelah seseorang mampu menshalihkan dirinya sediri, maka diperlukan kesadaran dan kepedulian yang tinggi, yang denganya dapat menumbuhkan kepekaan seseorang terhadap apa yang terjadi di sekitar diri dan lingkunganya.
Tidak sedikit pula orang yang salah sangka bahwa ia tidak akan “pernah” melaksanakan Amal Ma’ruf Nahi Munkar, karena menganggap dirinya “benar-benar” Salih. Sebuah sangkaan yang dibuat-buat dengan dalih:
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri” (Q.S.Al-Baqarah: 44).
Larangan tersebut bukan “Mencegah” seseorang untuk mengajak orang lain berbuat baik, tetapi larangan bagi yang memadukan keduanya, yaitu menyuruh kebaikan kepada orang lain tapi dirinya sendiri tidak mengerjakanya. Padahal ketika kita mengaku mengikuti jejak dan kehidupan ahlak rosullulloh, maka disan akan ditemukan kesempurnaan ahlak yang melekat pada diri rosullulloh.
Bukankah rosululloh adalah orang yang paling peduli terhadap umatnya? Hingga ketika malaikat maut datangpun ia tetap mengingat umatnya?
Lalu.
Tidak malukah kita jika kita mengaku mengikuti beliau, tapi justru melalaikan amal tersebut, yaitu amal peduli umat?
*Bidang Sosma IMM FKIP UMS: Jumaidi dan Dita Thog
No comments:
Post a Comment