Jangan Takut di Setiap Jalan yang Berliku
IMM Surakarta dalam masa Critical Eleven
Penulis : IMMawan Achmad Mahbuby
Ketua Umum IMM FKIP UMS Periode 2021/2022
Telah usai perhelatan Musyawarah Daerah (Musyda) ke XX DPD IMM Jawa Tengah
yang diselenggarakan sejak 26 Mei 2022,
dan telah terpilih ketua umum yaitu Untung Prasetyo Ilham yang akan
menjadi arah gerak IMM Jawa Tengah untuk 2 tahun yang akan datang. Harapan dari
penulis bahwa IMMawan Untung Prasetyo dapat memberikan kembali harapan cerah setelah
redupnya IMM Jawa Tengah, ditengah kepemimpinan sebelumnya. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam laporan
pertanggungjawaban yang dihadirkan oleh DPD IMM Jawa Tengah periode 2018-2020 banyak
mengundang tanya, lantaran dalam laporan pertanggungjawaban tersebut tidak
terdapat laporan dari sekertaris umum, Bidang Seni Budaya dan Olahraga (SBO), dan
terkhususnya bendahara umum padahal, dalam Pedoman Administrasi DPP IMM 2020 BAB
V Permusyawaratan pasal 22 tentang Musyawarah Daerah poin 5 terkait acara pokok
Musyawarah Daerah salah satunya adalah melaporkan tentang keuangan. Namun hal
tersebut tak dapat terpenuhi pada
Musyawarah Daerah tahun ini. Banyaknya problematika internal menjadi alasan
yang sebenarnya tak bisa diterima karena sekelas DPD IMM Jawa Tengah masih saja terdapat permasalahan yang sama
dengan tataran komisariat.
Namun janganlah terus berlarut-larut dalam masa lalu,
ibarat sebuah peribahasa bahwa hidup hanya bisa dipahami secara terbalik, tapi
itu dihayati ke depan, untuk menata masa depan yang menanti kita. Terutama IMM
kota Surakarta yang sebentar lagi akan mengadakan Musyawarah Cabang (Musycab).
Tentu gagasan kedepan dan kritikan selama masa kepemimpinan IMMawan Yogo dan
jajarannya sangatlah dinanti, terutama profil yang akan dijadikan sebagai pilot
pemandu dalam awak kapal yang bernama IMM kota Surakarta pada periode yang akan
datang. Karena kemana pilot akan mengudara, disitu awak kapal akan mendarat, entah
mendarat dengan selamat atau sebaliknya. Sesuai dengan judul diatas, bahwa IMM
saat ini tengah melewati critical eleven,
yaitu IMM sedang digempur habis-habisan oleh kondisi-kondisi yang mengguncang,
dimana banyak sekali kondisi diluar ekspektasi yang mengakibatkan masa kritis
IMM saat ini. Degradasi generasi dari pandemi covid-19 menuju pada post pandemi
covid-19 mengakibatkan lunturnya tradisi-tradisi yang telah lama dibangun,
salah satunya adalah tradisi diskusi keilmuan yang mengasilkan banyak
dialektika dan pemikiran-pemikiran yang selama ini mewarnai diri IMM. Namun,
ketika melihat IMM saat ini seperti kehilangan warnanya sendiri. Bisa dikatakan
bahwa saat ini IMM telah banyak menghasilkan kader-kader bermental stroberi,
bagus dalam tampilan namun ketika mendapatkan sebuah tekanan sedikit, langsung
berubah bentuk alias mleyot.
Belum lagi saat ini akan diadakan serangkaian MASTA
Universitas yang menjadi ajang IMM dan beberapa organisasi sejenis akan mencari
penerusnya untuk diberikan tampu kepemimpinan selanjutnya. Penulis sedikit ragu, bahwa nantinya IMM akan mampu
bersaing dengan organisasi lain, lantaran IMM sendiri telah kehilangan daya
pikatnya. Mungkin ini juga menjawab persoalan mengapa kader-kader IMM hanya
diisi oleh kader BUMITA, IPM dan mahasiswa yang sudah memiliki ideologi
Muhammadiyah sejak lahir, dan tak
mampu untuk menggait kader-kader diluar persyarikatan. Hal tersebut mungkin
juga termasuk alasan mengapa IMM sudah tidak berwarna dalam persoalan
dialektika keilmuan. Tentu tantangan tersebut perlu untuk mendapat banyak
perhatian bagi komisariat-komisariat terutama Koordinasi Komisariat (KORKOM)
yang menjadi wadah dan fasilitator bagi komisariat. Tak heran ketika KORKOM akan
selalu dimintai pandangan, pertanyaan, jawaban dan lain sebagainya yang tentu
menurut penulis akan perlu menyisihkan banyak waktu bagi IMMawan Alfan dan para
jajarannya. Bukankah memang tujuan didirikannya KORKOM untuk hal-hal demikian ?
Ah, mungkin memang sudah saatnya IMM berkembang
menyesuaikan generasi zaman sekarang yang sering merasa insecure, minder-an, baperan, dan selalu mengatakan bahwa dirinya
sedang dilanda quarter life crisis.
Kalau tidak, lantas bagaimana ? kembali kepada topik terkait critical eleven, sebenarnya ada satu
yang sangat menyasat hati penulis, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Cendekia
yang termasuk Lembaga Otonom IMM Cabang kota Surakarta, yang sebenarnya dapat
menjadi daya pikat IMM dalam hal kejurnalistikan. Mungkin peribahasa yang cocok
untuk menggambarkan LPM Cendekia saat ini yaitu Hidup enggan mati tak mau.
Mungkin juga perlu menjadi pertimbangan periode yang akan datang, bahwa ketika
memberikan sebuah amanah dan tanggungjawab haruslah pada orang yang tepat dan
dapat memprioritaskan apa yang menjadi tanggungjawab yang telah diberikan,
karena tidak dapat dipungkiri, bahwa hal tersebut selain akan dilaporkan dalam
forum Musyawarah BPO (Bapan Pimpinan Otonom) atau dalam Musyawarah Cabang
(Musycab) juga akan dilaporkan kepada Allah SWT kelak di akherat nanti.
Sedikit penutup dari penulis yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan, bahan analisis dan juga bahan berdiskusi di ruang terbuka, bahwa
siapakah pilot sejati, tanpa kepentingan pribadi atau kepentingan sebagian
golongan, entah itu intervensi alumni ataupun lain sebagainya yang sejenis,
mampu untuk memimpin kita melewati critical
eleven saat ini ? semoga mereka yang terpilih benar-benar yang terbaik
untuk IMM cabang kota Surakarta yang akan datang, dan mereka yang tak akan getir dalam menjunjung asas
kebersamaan ikatan.
URGENSI KEMENTRIAN KEPEREMPUANAN DALAM BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
Oleh : Achmad Mahbuby
Mahasiswa PGSD UMS
Apabila kita meneliti sejarah peradaban kaum perempuan dari masa jahiliah hingga masa saat ini, tak kan pernah terlepas dari yang namanya diskriminasi. Terlebih sebelum turunnya risalah kenabian, dimana perempuan sama sekali tidak dihargai bahkan hingga dianggap sebuah aib bagi keluarga yang melahirkan seorang perempuan. Sampai saat ini sebenarnya praktik-praktik diskriminasi terhadap kaum perempuan masih banyak terjadi, hanya saja kaum perempuan sendiri tak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang mengalami sebuah diskriminasi atau bahkan tidak peduli. Seperti yang ditulis oleh Mansour Fakih dalam bukunya yang berjudul Analisis Gender dan Transformasi sosial, disebutkan bahwa perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan yang termanifestasikan dalam berbagai bentuk, antara lain marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Eksploitasi terhadap kaum perempuan juga marak terjadi di era modern saat ini, dimana media sangat berperan segala lini kehidupan. Namun, media pun juga turut andil dalam eksploitatif kaum perempuan. Contoh yang sering kita jumpai sekarang ini yaitu erotisme tubuh perempuan yang dijadikan sebagai objek periklanan snack video, bigo live, dan aplikasi sejenisnya yang tersebar luas di media sosial. Arif Saifudin Yudistira dalam bukunya yang berjudul Penjara Perempuan menyebutkan fenomena tersebut sebagai erotika media massa yang selalu menyuguhkan perempuan sebagai objek kapitalisme yang empuk. Dalam menyikapi hal tersebut, perempuan harus mengambil porsi-porsi penting dalam setiap tatanan masyarakat. Gramsci dalam teori hegemoninya yang menjelaskan terkait kemenangan suatu kelas dominan. Ketika perempuan tidak mengambil peran-peran penting, maka dalam upaya penghapusan budaya-budaya patriarki yang terus melembaga akan menjadi suatu hal yang mustahil. Terkhusus perannya dalam student government kampus. Mengutip dari tulisan Riza Fitroh yang berjudul Perempuan dan Budaya Intelektual Profetik dalam buku Jejak Literasi yang diterbitkan pada tahun 2019, Ia menyebutkan bahwa kaum perempuan bukanlah sebuah kaum yang inferior, contoh konkrit adalah Ratu Saba’ yang telah memimpin tanpa mengesampingkan kaum laki-laki dalam mengambil sebuah keputusan
Arah Gerak Kementrian Keperempuanan
Dalam
membentuk suatu kementrian dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tentu tidak
asal melakukan pembentukan, namun juga perlu diperhatikan arah gerak kedepannya
akan seperti apa, agar supaya dapat terus berkelanjutan. Kementrian
keperempuanan dapat diarahkan pada terciptanya kesetaraan gender,
kesejahteraan, dan perlindungan perempuan dalam lingkup kampus, serta melakukan
kegiatan dalam rangka pemberdayaan perempuan. Namun yang akan menjadi urgensi
penting dalam pembentukan kementrian kerempuanan adalah menciptakan lingkungan
yang aman bagi perempuan.
Kementrian
keperempuan juga mampu untuk menjadi sebuah badan pelayanan pengaduan kekerasan
seksual dalam lingkup kampus, menjadi tim investivigasi dalam rangka
penyelidikan kasus kekerasan, serta dapat bekerjasama dengan psikolog dalam
penanganan korban. Kementrian keperempuanan juga mampu membuat sebuah SOP
penanganan kekerasan seksual di lingkup kampus, sehingga nantinya ketika
terjadi kasus kekerasan seksual baik berupa verbal ataupun non-verbal akan
dapat tertangani dengan sigap dengan mengacu pada SOP tersebut.
Sedikit
curhatan penulis yang merasa sangat prihatin, bahwa ketika kasus-kasus
kekerasan seksual dalam lingkup kampus justru tidak ditangani dengan serius
lantaran takut akan memengaruhi citra dan akreditasi kampus ataupun fakultas.
Namun dengan ditulisnya artikel ini Diharapkan mampu untuk menggungah semangat
para mahasiswa yang membaca serta dapat terealisasikan pembentukan Kementrian
Keperempuanan dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Umat yang Dirindukan
Suatu hari, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, mengimami salat subuh. Pagi itu, seusai sholat subuh Rasulullah bertanya kepada para sahabatnya. “Menurut kalian siapakah makhluk Allah yang paling menakjubkan keimanannya?”.
Para sahabat menjawab, “Malaikat yaa Rasulullah!”
Nabi menjawab “Bagaimana malaikat tidak beriman sedangkan mereka pelaksana perintah Allah.”
“Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulullah.”
Nabi menjawab “Bagaimana para Nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka.”
“Kalau begitu, sahabat-sahabatmu ini (kami), ya Rasulullah.”
Nabi menjawab lagi “Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Telah datang kepada kalian ayatayat Allah, kalian hidup bersama Rasul-nya Allah, kalian menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku. Maka ketahuilah, orang-orang yang paling menakjubkan keimanan-nya adalah ummat yang datang sesudah kalian. Mereka beriman kepadaku, padahal tidak melihatku. Mereka membenarkanku tanpa menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan (tentangku) dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa yang ada dalam tulisan itu. mereka membelaku seperti kalian membelaku. Mereka itulah saudara-saudaraku, mereka lah ummatku!”
Dalam Riwayat lain disebutkan:
Dari Auf bin Malik dia berkata, Rasulullah bersabda : “Alangkah inginnya aku bertemu dengan saudara-saudaraku (ummatku).”
Para sahabat bertanya: yaa Rasulullah, bukankah kami ini adalah saudaramu dan sahabatmu? Rasulullah menjawab : Bukan, tetapi mereka adalah ummat yang datang setelah kalian, mereka beriman kepadaku seperti keimanan kalian, mereka membenarkanku sebagaimana kalian membenarkanku, mereka menolongku seperti kalian menolongku, Alangkah baiknya aku bertemu dengan saudaraku (ummatku) itu!
Kemudian Nabi saw. membaca (QS Al-Baqarah [2] : 3) “Mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian dari yang Kami berikan kepada mereka.” (Al-Duur al-Mantsur [1:66-68] Tafsir Al-baqarah: 2).
Berdasarkan kedua hadits diatas, bisa kita renungkan betapa besarnya kecintaan dan kerinduan Rasulullah kepada kita sebagai ummat setelahnya, sampai-sampai beliau mengulangi sabda-nya bahwa beliau ingin sekali berjumpa dan bertemu dengan ummat-nya. Ummat yang dalam hadits tersebut adalah ummat yang juga luar biasa kecintaannya kepada Rasulullah, keimanan-nya mulia sebagaimana keimanan para sahabat, padahal ummat itu sama sekali belum pernah bertemu dengan Rasulullah. Siapa pula ummat itu jikalau bukan kita?
Siapa lagi kalau bukan kita, karena kitalah ummat yang mengaku beriman kepada Rasulullah setelah wafatnya? Lantas apakah kita sekarang ini, yang bersaksi atas Rasulullah dan mengaku-ngaku beriman sudah benar-benar mencintai Rasulullah, sudahkan kita cinta kepada beliau sebagaimana cintanya Rasulullah kepada kita? Bahkan dalam Al-Qur’an sendiri dikisahkan bagaimana kasih sayang-nya Rasulullah kepada ummatnya, rela mengorbankan jiwa dan raga-nya, rela mengorbankan nyawanya.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Surah At-taubah: 128)
Menjelang wafatnya Rasulullah, beliau berdoa “Ya Allah, kalaulah diperkenankan, mohon timpakan saja seluruh penderitaan (rasa sakit-nya) sakaratul maut ini hanya kepadaku, agar ummatku tidak merasakan lagi penderitaan sakaratul maut itu.” (Ust. Adi Hidayat)
Ikhwah fillah...
Renungkanlah, bagaimana permohonan kasih sayangnya Rasulullah untuk ummatnya dan kerelaan beliau yang mau mengorbankan segala-galanya hanya untuk kemudahan bagi ummat-ummatnya, itu menunjukkan betapa luar biasanya kerinduan Rasulullah kepada kita, beliau menginginkan kita bertemu dengannya. Lihatlah bagaimana perjuangan beliau agar kita mendapatkan kemudahan dan keringanan dalam menegakkan Islam dan Iman kita. Beliau ingin kita menjadi ummatnya yang beriman agar dapat berjumpa dengannya di akhirat nanti, alangkah tega-nya kita jika tak rindu dan cinta kepada Rasulullah, maka rugilah jika kita tidak menyadari hal ini, rugilah kita jika tidak menjadi orang yg bertaqwa dan beriman kepadanya, sangat merugilah kita jika tidak bertemu dengannya di akhirat nanti, sedangkan di dunia tidak pula bertemu dengannya.
Melihat keadaan kita di zaman sekarang ini, banyak orang-orang yang mengatakan bahwa mereka cinta dan beriman kepada Rasulullah, melantukan shalawat-shalawat kepada Rasulullah. Tetapi akhlaknya tidak sesuai dengan akhlak yang diteladankan oleh Rasulullah, amalan mereka sama sekali tidak menunjukkan cinta kepada beliau. Lihatlah keadaan ummat muslim yang mengaku-ngaku beriman kepada Rasulullah tetapi ketika mendengarkan ucapan atau hadits dari Rasulullah, mereka mengganggap itu tidak penting, tidak keren, merasa ucapan Rasul adalah sesuatu yang sudah biasa, tidak eksis dengan masa kini, dsb.
Tetapi ketika mendengarkan ucapan para Ahli, ilmuwan-ilmuwan terkemuka, penyair-penyair, pepatah-pepatah, bahkan orang-orang kafir yang menghina-hina keaguangan Islam. Mereka atau bahkan kita lebih senang dengan hal tersebut, lebih setuju dengan perkataan-perkataan orang kafir yang tidak berdasar pada Alqur’an dan Sunnah itu, kita seakan mengganggap orang-orang itu lebih hebat daripada Nabi, orang-orang bijaksana yang harus diteladani...
Apakah itu yang membuktikan cinta kita kepada Rasulullah? Atau Apakah orang-orang yang shalawatan dengan berjoget-joget ria itu, lalu dengan perbuatan maksiat tersebut adalah bukti cinta kepada Rasulullah? Apakah yang mengumbar-ngumbar auratnya, mengolok-ngolok agama, zalimnya para raja-raja, dustanya para pemuka agama, sistem pemerintahan yang biadab luar biasa, korupsi milyaran juta, tamak akan harta-benda, kemaksiatan ada dimana-mana, memperlakukan wanita dengan semena-mena, apakah itu yg disebut sebagai bentuk cintanya ummat ini kepada Rasulullah? Lalu dimana kebenaran itu ada? Apakah hanya diam menyaksikan tanpa berbuat apa-apa? Apakah kita pantas disebut sebagai ummat yg menyampaikan kebenaran, apakah kita pantas disebut sebagai ummatnya Rasulullah? Sedangkan kita hanya diam dan bungkam tanpa memperjuangkan apa yang dulu diperjuangkan oleh Rasulullah dalam melawan kemungkaran? atau jangan-jangan justru kita sendirilah yang menikmati kemaksiatan tersebut, lalu pantaskah kita dikatakan sebagai ummat-nya Rasulullah yang dirindukannya?
Di masa sekarang ini, banyak sekali konten-konten di tiktok, instagram, youtube atau media sosial lainnya terkait mengolok-ngolok agama, menormalisasikan LGBT, senang melihat romantis-nya orang-orang berpacaran, padahal itu adalah bentuk maksiat dan dosa yang dilabeli dengan keindahan, atau saat ini diperindah dengan istilah “Pacaran Islami” yang tujuannya agar saling mengingatkan untuk berbuat kebaikan dan sholat, padahal tidak ada istilah pacaran islami dalam islam itu sendiri, jelas itu adalah bentuk perbuatan zina yang nyata, mencampur antara yang bathil dengan yang Haq.
Baru-baru ini juga terkait lagu-lagu kemungkaran yang semakin disenangi oleh banyak orang, lagu “Tuhan Yesus, tidak berubah..” dsb. Banyak orang suka dan senang mendengarkan lagu mungkar tersebut? Padahal jelas Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan: -Sesungguhnya Allah ialah AlMasih putera Maryam-.” (QS. Al-Maaidah [5]: 72)
Jelas Kafir orang yang mengatakan “Yesus adalah Tuhan dan sebaliknya Tuhan adalah Yesus”, apa bedanya orang yang mengatakan dengan yang mendukungnya. Jikalau kita malah senang dengan lagu mungkar tersebut, itu berarti sama saja kita mendukung dakwahnya kaum Nashrani lewat isi lagu tersebut yang berupa kemungkaran. Padahal yang selama ini Rasulullah perjuangkan adalah menentang kebatilan dan kesyirikan, Kalimat “Laa ilaha illallah” itulah yang dengan keringat darahnya Rasulullah perjuangkan dalam dakwahnya, tetapi mengapa dengan mudahnya kita mengganggap perkara ini adalah perkara yang biasa? Masih pantaskah kita sebut diri kita ini ummatnya Rasulullah? Masih pantaskah kita sebut diri kita ini cinta kepada Rasulullah? Masih pantaskah kita sebut diri kita ini rindu kepada Rasulullah?
Ikhwah fillah...
Sadarlah saudara-saudaraku, kita berada di zaman penuh dengan fitnah, kemaksiatan dan kebathilan. Kita adalah ummatnya Rasulullah, kita harus memantaskan diri kita sebagai ummat yang dicintai dan dirindukan oleh beliau, kita memiliki peran untuk selalu menyampaikan dan memperjuangkan kebenaran, kita memiliki peran sebagai ummatnya Muhammad untuk meneruskan perjuangan dakwah beliau, dakwah yang Rahmatan lil ‘alamin sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan As-sunnah. Semoga Allah kumpulkan kita di dalam surga-nya nanti bersama Rasulullah tercinta, semoga kita termasuk ummat yang selalu dirindukan oleh beliau. Alangkah indahnya kehidupan nanti, andaikan kita bisa bertemu dengan Rasulullah tercinta. Wallahu a’lam bisshawab