Menilik
Perempuan dalam Pandangan Islam
Bedah Ayat (QS. An-Nisa’ : 1)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan
pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Gambar: Kajian komprehensif 1
Salah satu ayat yang menjelaskan tentang penciptaan manusia termaktub dalam QS.An-Nisa ayat 1. Ayat ini dijadikan sebagai pembuka kajian komprehensif 1 yang diadakan pada Jum'at, 3 Desember 2021 bertepatan pada peringatan 16 HAKTP oleh bidang IMMawati PK.IMM FKIP UMS .
Poin yang digaris bawahi pada bedah ayat ini yakni terkait dengan manusia telah diciptakan secara berpasang-pasang. Dijelaskan dalam ayat ini bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasang supaya ketika keduanya bersatu dapat melahirkan keturunan yang banyak (berkembangbiak). Dengan diciptakannya manusia yang berpasang-pasang diharapkan adanya rasa saling menghormati dan menghargai antar keduanya. Perbedaan yang melekat pada masing-masing diharapkan tidak menjadikan mereka saling beradu keunggulan, akan tetapi adanya perbedaan itu dapat menutupi atau menyempurnakan kekurangan yang ada dalam diri mereka. Dengan demikian seyogyanya baik laki-laki maupun perempuan hendaknya saling mendorong atau mendukung untuk senantiasa ber-amar makruf nahi munkar. Ada beberapa hal yang penjadi pembahasan pada kajian komprehensif 1, diantaranya
Perempuan dalm pandangan Islam, perjuangan dan strategi Rasulullah
mengangkat derajat perempuan
Telah kita ketahui bahwa perempuan pada masa jahiliyah dipandang
sebagai sesuatu yang hina bahkan kehadirannya dianggap sebagai aib. Masyarakat
jahiliyah pada masa itu tidak ada yang menginginkan kehadiran seorang perempuan
dalam keluarganya. Ketika seorang istri melahirkan bayi perempuan maka bayi
tersebut akan langsung dibunuh bahkan dikubur hidup-hidup oleh keluarganya.
Betapa keji perilaku yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah pada masa itu.
Tak hanya itu kedudukan perempuan selalu mendapatkan posisi di bawah laki-laki.
Dalam pengambilan keputusan, perempuan harus mengikuti apa yang menjadi
keputusan laki-laki. Perempuan saat itu seakan dibungkam agar tidak bisa
berteriak, padahal dirinya sedang berada dalam ketidakadilan. Penindasan
terhadap perempuan juga tercermin dalam pelaksanaan pernikahan masa jahiliyah.
Pada masa jahiliyah, masyarakat melakukan tradisi dan praktik
buruk dalam pernikahan. Praktik pernikahan pada masa itu terbagi menjadi 4
yakni pernikahan al-wiladah, pernikahan al-istibdha’, pernikahan al-rahth
dan pernikahan al-rayah. Pernikahan al-istibdha’ merupakan pernikahan
yang dilakukan dimana seorang suami meminta agar istrinya pergi kepada
laki-laki terpandang untuk minta dicampuri hingga memperoleh keturunan atau
hamil dari laki-laki tersebut. Tujuan dari pernikahan tersebut adalah untuk
memperoleh keturunan yang unggul. Itulah salah satu praktik pernikahan yang
dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Nampak sekali bukan, kebodohan masyarakat
pada masa itu. Betapa hinanya perlakuan yang diberikan kepada perempuan pada
masa itu. Namun dengan datangnya Rasulullah bersama Islam, perempuan memperoleh
perlakuan yang adil dan terhormat.
Rasulullah sebagai uswatun hasanah selalu memberikan teladan
yang baik bagi umatnya, salah satunya dalam memperlakukan perempuan. Rasullah
memberikan contoh memperlakukan perempuan dengan baik dimulai dari dalam
keluarganya sendiri. Hal pertama yang dilakukan rasulullah dalam mengangkat
derajat perempuan yakni, memberikan hak bagi perempuan untuk bersuara atau
berpendapat. Dimana kita tahu bahwa suara perempuan pada masa jahiliyah tidak
pernah dihiraukan. Hal ini nampak ketika rasulullah mengalami kesulitan dalam
ekonomi semasa pernikahannya dengan Hafshah binti Umar. Rasulullah saat itu
hendak menceraikan hafshah, akan tetapi rasul tak lantas memutuskan hal ini
secara sepihak. Beliau telebih dahulu menanyakan pendapat hafshah akan
keputusan yang hendak diambilnya. Pada saat itu hafshah tidak menghendaki
adanya perceraian, dengan demikian rasul menghargai pendapat istrinya dan tak
jadi menceraikannya. Dalam hal ini nampak bahwa rasul selalu mempertimbangkan
pendapat perempuan untuk mengambil sebuah keputusan.
Kedua, rasulullah menghargai eksistensi dan independensi
perempuan. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang perempuan bernama
Khansa bin Khadzdzam mendapatkan pinangan dari 2 orang pria dalam waktu yang
bersamaan. Singkat cerita pilihan yang ditetapkan Khansa dan ayahnya berbeda,
sehingga ayahnya memaksakan untuk menikah dengan pria pilihan ayahnya. Khansa
kemudian menemui rasulullah dan berkata, “ayahku telah memaksaku untuk menikah
tanpa restuku, ya rasulullah”. Rasulullah menjawab, “ tidak ada pernikahan
dengannya, nikahilah seseorang yang kamu kehendaki”. Mendengar ucapan
rasulullah, Khansa lantas memutuskan untuk menikah dengan pria pilihannya. Betapa
rasulullah memperhatikan independensi perempuan dalam membuat keputusan sesuai
dengan kehendaknya. Tak hanya kedua hal tersebut, rasulullah juga memberikan
hak hidup yang sama antara perempuan dan laki-laki. Hal tersebut nampak ketika
adanya perolehan hak warisan bagi perempuan yang semula pada masa jahiliyah,
perempuan tidak mendapatkan sepeserpun harta warisan.
Tokoh
Perempuan dalam Islam
Shafiyah
binti Abdul Muthalib
Salah
satu tokoh perempuan dalam islam yang tidak asing adalah Shafiyah binti Abdul
Muthalib. Beliau merupakan bibi rasulullah SAW. Shafiyah merupakan seorang
mujahidah yang turun langsung ke medan perang uhud. Perannya dalam peran uhud
tidak hanya menyiapkan logistik ataupun mengobati mujahid perang uhud yang
terluka akan tetapi turut berpartisipasi di medan perang. Ketika pasukan
muslimin kocar-kacir dan membelot dari rasulullah, Shafiyah tetap berdiri tegak
mengibaskan tombak ke musuh.
Ummu
Salamah
Ummu
Salamah merupakan salah satu istri rasulullah yang memiliki andil besar membantu
rasulullah memenangkan hati umat islam pasca perjanjian hudaibiyah. Salah satu
isi dari perjanjian hudaibiyah adalah adanya larangan bagi rasulullah dan umat
muslim untuk masuk ke mekkah selama 1 tahun. Dengan demikian hal tersebut
menuai banyak protes dari kaum muslimin dan mendesak rasulullah untuk
mengkhianati perjanjian tersebut karena memang sebelumnya pihak kaum Quraisy
terlebih dahulu melakukan pengkhianatan. Menghadapi situasi ini, rasulullah
merasa sedih kemudian pergi ke Ummu Salamah untuk mendengarkan saran dari
istrinya. Mendengarkan keluh kesah sang suami, Salamah menyarankan rasulullah
agar tetap menjalankan aktivitas sebagaimana mestinya dan mendiamkan protes
dari umatnya sebagai bentuk demo untuk menyadarkan kaum muslimin supaya berada
di jalan lurus. Pada musim haji rasulullah tetap melaksanakan ibadah kurban
meskipun menuai banyak protes di masyarakat. Namun berkat masukan dari sang
istri, kaum muslimin manjadi sadar bahwa yang mereka lakukan adalah hal yang
salah. Dalam hal ini nampak bahwasanya peran perempuan sangatlah penting dalam
berbagai ranah kehidupan.
No comments:
Post a Comment