DIBUAT UNTUK MEMENUHI
TUGAS RENCANA TINDAK LANJUT DARUL ARQAM DASAR FKIP
DISUSUN OLEH :
IMMAWAN LALU MUHAMMAD ILHAM FAJRI
PIMPINAN KOMISARIAT IMM FKIP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
CABANG KOTA SURAKARTA
2020
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa adalah sebutan tertinggi bagi seorang pelajar dan semestinya
mahasiswa adalah orang yang terpelajar. Seseorang yang terpelajar sudah
semestinya memiliki intelektualitas yang berkualitas dan sejatinya seorang
intelektual adalah seseorang yang menguasai wacana keilmuan yang mendalam
sebagai bahan dalam membangun wahana perubahan di masyarakat. Namun apakah
kesemestian dan kesejatian tersebut tercermin pada mahasiswa di zaman sekarang?
Mahasiswa adalah sosok yang
diharapkan masyarakat sebagai agen yang membawa pengaruh baik bagi masyarakat
sekitarnya. Ketika masyarakat sedang terperanjat dalam perangkap masalah,
seharusnya kaum intelektual segera turun tangan untuk membantu sebelum
masyarakat semakin terjerat akibat jalan pikir yang sesat (logical falacy).
Bukan mengurung diri dalam kenikmatan sambil menertawakan masyarakat yang
dirundung penderitaan-penderitaan dan tidur pulas setelah puas karena merasa
memiliki pengetahuan yang luas.
Minimnya minat baca di Indonesia
dapat digunakan sebagai bahan persidangan mengenai keberadaan mahasiswa sebagai
gerakan intelektual. Apabila eksistensi gerakan intelektual mahasiswa itu
nyata, maka seharusnya buku-buku, berita, koran dan bahan-bahan literatur
lainnya adalah komoditas yang paling laris. Sebab jika dikaitkan dengan hukum
ekonomi dasar, semakin banyaknya orang yang bisa membaca meminta agar semakin
banyak buku yang tersedia. Semakin banyaknya buku yang ditulis dan beredar
meminta semakin banyak orang yang membacanya. Namun kenyataan yang terjadi di
mahasiswa bertentangan dengan hukum tersebut, sehingga gerakan intelektual
mahasiswa terkesan hanya tempelan belaka. Seandainya mahasiswa benar-benar
sadar akan pentingnya literasi, maka sekian juta mahasiswa setidaknya mampu
meningkatkan posisi tingkat literasi Indonesia di mata dunia.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sadar
betul akan pentingnya kaum intlektual dalam membangun peradaban. Sehingga dalam
enam penegasan IMM salah satunya termuat ilmu adalah amaliah dan amal adalah
ilmiah. Kesadaran tersebut seharusnya dijadikan sebagai nawaitu yang
kuat bagi kader-kader IMM sehingga arah pergerakannya tidak menyimpang jauh
dari apa yang menjadi tujuan IMM. Dalam rangka mengusahakan terbentuknya
akademisi islam yang berahlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, tentunya
diperlukan kiat-kiat untuk menghidupkan kesadaran intelektual kader-kader IMM.
Namun, upaya tersebut tidak boleh terhenti pada kesadaran individu kader-kader
IMM saja, melainkan membangun kesadaran kolektif mahasiswa dan masyarakat
adalah tujuan utama sebagai gebrakan amar ma’ruf nahi mungkar.
Sebagaimana yang dicita-citakan K.H.
Ahmad Dahlan yakni mengentaskan kebodohan di masyarakat supaya tidak mudah
terpengaruh oleh jalan pikir yang sesat serta terhindar dari takhayul,
bid’ah dan khurofat. Sebab untuk menjadi umat islam yang sebenar-benarnya
diperlukan pula ketajaman rasional sebagai alat untuk memahami ayat-ayat yang
diturunkan oleh Allah SWT. Maka dari itu, delapan tahun setekah kelahiran
Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Majelis Taman Pustaka sebagai sarana
literasi dan dakwah Muhammadiyah. Kesadaran K.H. Ahmad Dahlan akan pentingnnya
literasi dakwah sangat penting untuk dijadikan sebagai semangat juang
kader-kader IMM dalam membumikan literasi dan dakwah di masyarakat.Untuk itu,
pembahasan mengeani eksistensi gerakan intelektual kader-kader IMM menjadi
sangat penting guna intropeksi dan menghidupkan kembali semangat literasi dan
dakwah sebagaimana yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah.
1.2 Rumusan masalah
1.
Bagaimana orientasi seorang intelektual?
2.
Bagaimana peranan literasi dakwah Muhammadiyah?
3.
Bagaimana Peran kader IMM dalam membumikan literasi Muhammadiyah ?
4.
Bagaimana eksistensi kader-kader IMM dalam mewujudkan gerakan intelektual?
1.3 Maksud dan Tujuan
Penulisan makalah ini ditujukan untuk menyelesaikan tugas Rencana
Tindak Lanjut Darul Arqom Dasar FKIP. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat
menjadi bahan evaluasi dan pengingat bagi penulis sendiri dan kader-kader IMM
lainnya bahwasannya salah satu tugas kader IMM adalah jihad intelektual dengan
membumikan literasi dakwah Muhammadiyah.
Bab II
Pembahasan
2.1. Orientasi intelektual
Antonio
Gramsci dalam buku The Prison Notebook yang dikutip oleh Said) mengatakan “
orang-orang dapat mengatakan semua manusia adalah intelektual, tetapi tidak
semua orang dalam masyarakat memiliki fungsi intelektual” (2014:1). Dapat kita
artikan bahwa kata intelektual adalah sebuah signifer yang bukan hanya
merujuk pada sifat namun juga peran di masyarakat. Artinya seorang intelektual
adalah seseorang yang memegang tanggung jawab moral kepada masyarakat atas
kapasitas yang dimilikinya. Sehingga penting untuk mengkritisi keberpihakan
seorang intelektual. Seorang intelektual semestinya berpihak kepada masyarakat
semata-mata demi mensejahterakan masyarakat dan untuk membebaskan masyarakat atas
segala bentuk penindasan.
Soedjatmoko menjelaskan bahwa “kaum
intelektual adalah orang yang terus menerus dalam kegelisahan, bergulat dalam
masalah-masalah kebudayaan, moral atau masalah normatif dari
identitas,ekspresi, tujuan, pengarahan, struktur dan makna.” (2017:14). Dari
pernyataan Soedjatmoko di atas, penulis dapat menarik dua kata kunci, yakni terus
menerus dalam kegelisahan dan bergulat dengan masalah-masalah
yang menjadi ciri otentik dari seorang intelektual. Dibutuhkan kesadaran yang
tinggi, sikap tanggug jawab, dan keberanian untuk memenuhi kedua ciri tersebut.
Hal yang wajib dihadapi seorang intelektual adalah permasalahan-permasalahan,
bukan hanya permasalahan individu melainkan secara luas di masyarakat. Sehingga
seharusnya, seorang intelektual tidak hanya terfokus pada penyelesaian masalah
dan pemenuhan kebutuhan pribadi namun terfokus pada masyarakat.
“Tugas
utama yang diemban oleh seorang intelektual adalah merubah dunia bukan hanya
menginterpretasikan dunia. Sifat intelektual tersebut aktif dalam sejarah dan
melakukan pembenahan terhadap realitas sosial. Setiap apa yang dilakukan oleh
intelektual profetik adalah sesuai denga
maqasid as-syari’ah yang terdiri dari agama, jiwa, keturunan, harta, akal, dan
ekologi. Sifat yang dibawa oleh seorang intelektual profetik adalah agama untuk
kemanusiaan, pemecahan persoalan-persoalan sosial sosial empiris, ekonomi,
pengembangan masyarakat, penyadaran hak-hak politik rakyat,dan mengeluarkan
belenggu manusia dari ketidakadilan. Proses transformasi sosial yang dilakukan sesuai dengan tiga pilar dalam
etika profetik, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi” (Sani, 2014: 14). Dari penjabaran tersebut
kita dapat menarik kesimpulan bahawa hegemoni islam dalam istilah intelektual
muslim atau intelektual politik tidak menjadikan peran inteklektual terbatas
pada permasalahan agama namun tetap mengacu pada permasalahan umum yang
dihadapi oleh masyarakat.
Pengertian intelektual yang lebih
dekat dengan makalah ini dijelaskan oleh Ferdiyanto bahwasannya “kaum
intelektual adalah orang-orang terpelajar yang terlibat dalam memproduksi
wacana dalam berbagai varian. Orang-orang terpelajar ini berada dalam banyak
profesi dan fungsi, mulai dari wartawan, seniman, akademisi, ulama, mahasiswa.”
(2017:24). Sebab literasi yang seharusnya dilakukan oleh seorang intelektual
bukan hanya bersifat reseptif namun juga ekspresif. Usaha memproduksi wacana
tersebut tentunya penting guna memberi pencerahan kepada masyarakat,
menyalurkan nilai-nilai, pengetahuan dan kesadaran.
2.2. Literasi dakwah Muhammadiyah
Kepedulian Muhammadiyah terhadap
intelektual bangsa sudah nampak sejak kelahirannya. Gerakan pertama yang dilakukan
K.H. Ahmad Dahlan di Kauman dalam meningkatkan sumber daya manusia diantaranya
mensejahterakan orang miskin dengan memberi makan sandang papan (gerakan
sosial), mendirikan lembaga pendidikan (Pendidikan), dan peningkatan kualitas
kesehatan (Kesehatan). Keseriusan K.H. Ahmad Dahlan dalam memberantas kebodohan
semakin mantap setelah mendirikan Taman Pustaka pada tahun 1920. Salah satu tujuan utama didirikannya Taman
Pustaka adalah untuk mengurus bibliotika Muhammadiyah dan penerbitan majalah serta
penerbitan. Sebab dakwah tidak bisa hanya dilakukan billisan tetapi juga
dengan tulisan. Sebab media tulis lebih abadi daripada hanya disampaikan
melalui lisan. Selain itu, media tulis lebih mudah disebar luaskan setelah
adanya mesin percetakan dan internet.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
menjelaskan, sejak awal kelahirannya Muhammadiyah telah memiliki beberapa media
sebagai sarana dakwahnya. Salah satunya, suara Muhammadiyah yang berdiri sejak
1915 dan majalah ini disebut sebagai majalah tertua organisasi Islam di Indonesia. Suara
Muhammadiyah terus eksis dan produktif dalam mencetak majalah islami dan
buku-buku islami. Selain Suara Muhammadiyah, PP Muhammadiyah memiliki Majalah
tabligh yang dikelola oleh majelis tabligh. Di samping media cetak, PP
Muhammadiyah juga memiliki amal usaha pertelevisian yaitu TV Muhamadiyah yang
dapat diakses dengan tv digital maupun dengan streaming. Selain itu,
masyarakat juga dapat mengakses website resmi Muhammadiyah yakni www.muhammadiyah.or.id untuk mendapatkan informasi dari Muhammadiyah secara gratis. (Umm.ac.id,
2016). Masih banyak lagi media-media
dakwah Muhammadiyah yang tersebar di instagram, facebook, twitter dan media sosial
lainnya.
Namun yang perlu diperhatikan pula,
apakah sekian media yang dimiliki
tersebut telah benar-benar menciptakan masyarakat berilmu seperti yang
dicita-citakan Muhammadiyah? Aapakah sekian media tersebut telah benar-benar
eksis di masyarakat? Konten yang membangun dan eksistensi adalah dua hal
penting yang perlu diperhatikan oleh sebuah media. sebab konten yang membangun
tanpa eksistensi atau eksistensi tanpa konten yang membangun sama-sama tidak
efektif.
Dalam segi konten yang ditampilkan,
dari sekian media yang dimiliki Muhammadiyah tentunya mengandung unsur-unsur
yang membangun kesadaran, nilai, maupun pengetahuan bagi masyarakat. Namun,
diharapkan pula konten-konten yang dihadirkan membahas persoalan yang luas
sehingga dapat dijadikan sumber informasi dan solusi bagi
permasalahan-permasalahan di masyarakat. Identitas organisasi islam sebaiknya
tidak membatasi media literasi Muhammadiyah untuk menyajikan ilmu pengetahuan
umum disamping ilmu agama. Sebagaimana yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dahulu
ketika menghapuskan dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan karena
keduanya merupakan hal yang tidak terpisahkan.
Dalam hal popularitas, media
literasi Muhammadiyah dirasa masih kurang populer di masyarakat. Masih banyak
masyarakat yang belum mengenal TV-MU, majalah tabligh, web resmi Muhammadiyah,
dan media-media literasi Muhammadiyah lainnya. Kurangnya popularitas tersebut
mengakibatkan literasi dakwah Muhammadiyah tidak menyebar secara luas,
informasi yang disampaikan hanya dikunsumsi oleh warga Muhammadiyah dan tidak
banyak dari masyarakat umum diluar Muhammadiyah. Pun tidak semua warga
Muhammadiyah benar-benar menjadi konsumen media-media tersebut, sehingga dapat
dikatakan media-media literasi Muhammadiyah belum diminati seutuhnya oleh
masyarakat. Tidak dapat dipungkiri memang, faktor minimnya minat literasi di
Indonesia menjadi penyebab utama tidak populernya media literasi Muhammadiyah.
selain itu, di sisi lain media-media hiburan lebih menarik bagi masyarakat
daripada mengkonsumsi informasi seputar hal-hal yang serius. Hal ini tentunya
penting diperhatikan oleh setiap kader Muhammadiyah yang bercita-cita
membumikan literasi dakwah Muhammadiyah.
2.3 Literasi Dakwah Muhammadiyah dan Gerakan Intelektual Kader IMM
Pembahasan
mengenai orientasi intelektual dan literasi dakwah Muhammadiyah di atas
tentunya berkaitan erat dengan kader-kader IMM. Sebab kader-kader IMM
diharapkan tumbuh menjadi sosok akademisi Islam yang berahlak mulia guna
mewujudkan cita-cita Muhammadiyah. Sebagai
seorang akademisi islam, sifat-sifat intelektual dan keislaman harus melekat
pada tiap kader-kader IMM di mana nantinya akan menjadi modal dalam
bermasyarakat. Untuk itu, budaya literasi sangat penting dibutuhkan untuk
menajamkan intelektualitas kader-kader IMM guna menjalankan tugas dakwahnya di
masyarakat.
Menghidupkan Literasi adalah salah
satu ciri utama seorang intelektual. Sebab membaca adalah kebutuhan dan menulis
adalah tanggung jawab peran intelektual. Kedua hal tersebut tak dapat
dipisahkan. Seorang intelektual yang hanya mencari kebutuhan membacanya tanpa
menulis, ibarat intelektual yang mandul karena tidak akan pernah mereproduksi
intelektual-intelektual yang baru. Pun sama halnya dengan menulis tanpa membaca
tidak akan menghasilkan intelektual yang baru, sebab tak pernah mengawini
pengetahuan. Sehingga membaca dan menulis menjadi sangat penting demi
keberlangsungan hidup intelektual yang nantinya akan membangun peradaban
bangsa. Untuk itu, penting bagi kader-kader IMM untuk bercermin pada kebudayaan
literasi yang telah dilakukan untuk memastikan eksistensinya sebagai seorang
intelektual.
Menengok kembali sejarah awal IMM,
semangat literasi dari para perintis IMM pada masa itu sangat tinggi. Melalui
Buletin Derap yang sudah ada sekitar tahun 1965, para generasi assabiqunal
awwalun ini menyalurkan segenap gagasan-gagasannya kepada khalayak umum.
Bisa dibayangkan pada masa itu komputer dan mesin printer masih menjadi
perangkat yang langka. Namun dengan berbekal peralatan seadanya dan tekad yang
kuat para generasi perintis tersebut telah mewujudkan eksistensinya sebagai
gerakan intelektual. Mereka telah membuktikan bahwa pena dalam lambang IMM
bukan hanya simbol belaka, namun sebagai semangat jihad intelektual melalui
tradisi baca tulis. (Amirullah, 2016: 296)
Peran Jihad intelektual yang
dilakukan oleh generasi perintis IMM jauh berbeda dengan kondisi kader di zaman
sekarang. Tradisi literasi di kalangan kader IMM menurun, intelektualisasi
kader masih dapat dihitung hanya sebagai wacana. Bahan-bahan literatur masih
hanya digunakan sebagai bahan bacaan dan kajian bukan sebagai bahan reproduksi
tulisan. Seharusnya di zaman serba digital ini, teknologi yang memudahkan untuk
mendapatkan dan menyebarkan informasi dapat dimanfaatkan oleh kader IMM sebagai lahan dakwah. Namun nyatanya
teknologi yang memungkinkan banyak hal dapat dilakukan dengan instan ini malah
menjadikan para mahasiswa termasuk kader-kader IMM menjadi malas melanjutkan
strategi dakwah para pendahulunya.
Kondisi ini yang dikritisi oleh
Muhammad Afriansyah (2020) khusunya yang
terjadi di komisariat FKIP UMS di mana dulunya dia berkecimpung. Menurutnya
Riset dan Pengembangan Keilmuan masih hanya sebuah wacana. Gerakan literasi
yang dijalankan masih hanya dalam aspek membaca dan berdiskusi. Padahal kedua
aspek tersebut belum cukup untuk dijadikan acuan tingkat intelektualitas
seorang kader. Aspek menulis masih belum dijadikan kriteria utama, karena tidak
dapat dipungkiri bahwa menulis memang membutuhkan kehlian khusus.tulisan yang
dimaksud ... adalah berupa karya-karya berupa opini, resensi buku, artikel dan
esai yang membutuhkan setidaknya mini riset dalam penulisannya
Memudarnya tradisi baca tulis di
kalangan kader-kader IMM tmenjadikan eksistensi gerakan intelektual dan peran agen
of change-nya perlu dipertanyakan. Sebab sebagai kader IMM setidaknya
mengemban amanah jihad intelektual kepada rakyat Indonesia dan Muhammadiyah.
sebagai mahasiswa sudah menjadi tanggung jawab seorang akademisi untuk
memberikan pencerahan, kritik, dan solusi bagi persoalan yang dihadapi oleh
rakyat. Sebagai kader IMM yang bergerak di bawah nama Muhammadiyah, sudah
seharusnya membantu gerakan literasi dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah.
Literasi Dakwah yang dimaksudkan
Muhammadiyah tentunya bukan hanya sekedar baca tulis. Melainkan mengenai
bagaimana membangun kesadaran masyarakat supaya mengambil informasi secara
cermat dan akurat sebelum bertindak dan berpendapat. Serta membagikan informasi
yang lengkap dan tepat yang sudah dicermati sebelumnya. Karena di era pesatnya
teknologi media ini, hoax dan post truth menjadi musuh utama yang dapat
menggelapkan kebenaran dan menimbulkan perpecahan. San (2019:93) menyoroti bahwa
gejala hoax dan post truth meningkat tinggi pada masa pilpres 2019 baru-baru
ini. bahkan gejala itu juga menyerang tokoh-tokoh Muhammadiyah melalui media
sosial. Menurutnya, sebenarnya persyarikatan sudah kian berkembang dengan
adanya berbagai media online seperti halnya Muhammadiyah.or.id, PWMU.CO,
Khittah.co, Klikmu, dan lain-lain. Dalam bidang cetak seperti Suara
Muhammadiyah dan Matan yang menghidupkan dakwah Muhammadiyah. namun masih ada
saja “benalu-benalu” persyarikatan yang membagikan berita yang tidak dapat
ditelusuri kebenarannya. Mereka terjangkitr Pradana Boy-literasi instan. Karena
literatur holistik yang diperoleh dari kajian sistematis tergantikan oleh
literasi visual media sosial yang tidak memiliki dasar yang kuat.
Maka dari itu sangat diperlukan
revitalisasi gerakan intelektual kader-kader IMM, khususnya dalam bidang
literasi. Untuk melakukan hal tersebut setidaknya tindakan-tindakan yang harus
dilakukan oleh setiap kader diantaranya
1.
Meningkatkan
minat membaca dalam diri pribadi dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
2.
Mengkritisi
bahan bacaan dan menyaring kebenaran suatu informasi terlebih dahulu.
3.
Menghidupkan
keresahan dalam diri pribadi atas persoalan yang terjadi di masyarakat.
4.
Menggunakan
daya resahnya beserta pengetahuan yang dimiliki untuk menciptakan tulisan yang
dapat membantu mencerahkan masyarakat.
5.
Memasifkan
gerakan-gerakan literasi dengan membaca, berdiskusi, dan menulis dan
menghidupkan kembali media-media literasi IMM.
6.
Membantu
membagikan bahan-bahan literasi dakwah Muhammadiyah dan turut serta
berkontribusi menyampaikan gagasan melalui media-media literasi Muhammadiyah.
Masih banyak lagi yang dapat
dilakukan kader-kader IMM untuk menunjukkan eksistensinya sebagai gerakan
intelektual. Arus globalisasi dan perubahan trend seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh kader-kader IMM untuk menarik minat literasi di kalangan
mahasiswa dan masyarakat umum. Jika masyarakat kurang tertarik untuk
mendapatkan informasi dalam bentuk tulisan, kader-kader IMM dapat menyampaikan
informasi atau gagasan yang positif kepada masyarakat melalui media-media lain
entah itu visual, audio, maupun audiovisual dan masih banyak lagi.
Bab III
Penutup
3.1 Simpulan
Semangat Literasi adalah salah satu
ciri utama seorang intelektual. Karena melalui literasi, seorang intelektual
dapat memperoleh pengetahuan sekaligus membagikan pengetahuan sebagai bentuk
tanggung jawab intelektualnya kepada masyarakat. Muhammadiyah semenjak
kelahirannya sudah melakukan gerakan-gerakan intelektual demi mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dengan media-media literasi dakwah dan sekolah-sekolah yang
dimiliki, Muhammadiyah melakukan jihad intelektual. Meskipun begitu, masih
banyak tangtangan-tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah dalam membumikan
literasi dakwahnya. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bertanggung jawab kepada
masyarakat dan Muhammadiyah atas keberadaanya sebagai gerakan intelektual yang
bergerak di bawah organisasi Muhammadiyah. Untuk melaksanakan tanggung jawab
tersebut, kader-kader IMM harus segera melakukan revitalisasi gerakan
intelektual dan budaya literasi yang tergerus oleh mental literasi instan di
era modern ini.
Daftar Pustaka
Amirullah.2016.
IMM Untuk Kemanusiaan. Padang: CV Media Tama Indonesia.
Afriansyah,
Muhammad.2020. “Problem Bidang Riset” .(online) http://immsurakarta.or.id/2020/02/10/problem-riset-bidang-riset/, diunduh 28 Februari 2020.
Fridiyanto.2017.
Kaum Intelektual dalam Catatan Kaki Kekuasaan. Lampung : Gre Publishing.
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah.2016. “Perjalanan Literasi Muhammadiyah Yang Panjang”. (online) http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/7610.html, diunduh
28 Februari 2020.
San,
Achmad. 2019. Lebih dekat ku melihat Indonesia. Yogyakarta : Basabasi.
Said,
Edward W. 1994. Peran Intelektual : Kuliah-kuliah Reith Tahun 1993. Terjemahan oleh Rin Hindriyiyati P.
2014. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Sani,
M Abdul Halim. 2011. Manifesto
Gerakan Intelektual Profetik. Yogyakarta: Samudra
Biru.
No comments:
Post a Comment