PERPUSTAKAAN YANG TAK LAGI
MENARIK
Oleh: IMMawan Muhammad Afriansyah
Seiring
perkembangan teknologi yang semakin canggih, ketika segalanya sudah berada
dalam genggaman tangan, telah banyak memakan korban, termasuk perpustakaan.
Perpustakaan yang dulu menjadi idola dan pusat ilmu pengetahuan, kini nasibnya
tak secemerlang dulu. Perpustakaan mulai ditinggal oleh pengunjungnya yang kini
lebih suka berkutat dengan gadget mereka
masing-masing. Keadaan perpustakaan yang demikian tidak terlepas dari fenomena
minat baca yang kini mulai bergeser dari membaca buku, tabloid, dan surat kabar
kepada fenomena membaca di gadget atau alat elektronik yang lain.
Kondisi
segelintir perpustakaan saat ini semakin mendukung keadaan sebagian mahasiswa
Indonesia yang mempunyai minat baca masih rendah. Ini dibuktikan dengan keadaan
perpustakaan yang tidak terlalu ramai jika dibandingkan dengan tempat-tempat
tongkrongan anak muda. Anak muda lebih senang menghabiskan sebagian waktu
senggangnya di tempat-tempat tongkrongan karena dirasa lebih asyik, terbebas
dari rutinitas kesehariannya, dan bisa berkumpul dengan teman-temannya.
Perpustakaan saat ini hanya menjadi tempat mengerjakan tugas kuliah, bahkan
yang lebih ironis, perpustakaan hanya menjadi tempat untuk internetan.
Perpustakaan
yang mestinya menjadi wadah untuk meningkatkan minat baca mahasiswa, sekarang
ini belum mampu melaksanakan fungsinya yang satu ini. Hal ini disebabkan
berbagai macam faktor, yaitu koleksi buku yang kurang, fasilitas perpustakaan
yang kurang mendukung seperti meja, kursi, rak buku, dan lain-lain. Pada
dasarnya minat baca seseorang tidak serta merta dipengaruhi oleh fasilitas
perpustakaan semata, namun keadaan fasilitas buku dan sarana prasarana
perpustakaan turut memberikan andil bagi meningkatnya minat baca. Di lingkungan
kampus, perpustakaan pusat atau perpustakaan universitas lah yang biasanya
mengalami nasib ini. Berbeda dengan perpustakaan prodi yang ramai dikunjungi
oleh mahasiswa. Walaupun ramai dikunjungi oleh mahasiswa, namun ini belum bisa
menjadi tolak ukur mahasiswa mempunyai minat baca yang sudah tinggi.
Perpustakaan prodi ramai dikarenakan di situlah sumber referensi untuk
mengerjakan tugas-tugas kuliah mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa mereka
mengunjungi perpustakaan hanya untuk sekedar mengerjakan tugas kuliah, bukan
untuk memuaskan hasrat mereka terhadap buku. Mahasiswa sebagai kaum intelektual
masih belum sepenuhnya sadar betapa pentingnya buku bagi mereka.
Selain
perpustakaan universitas dan perpustakaan prodi, ada lagi perpustakaan komisariat
yang hampir dimiliki oleh setiap komisariat IMM. Perpustakaan yang satu ini
juga tidak luput dari masalah. Namun, sedikit berbeda dengan kedua jenis
perpustakaan yang sudah disebutkan di atas, perpustakaan komisariat mempunyai
nasib yang lebih miris dibanding kedua perpustakaan yang lain. Di antara
penyebabnya adalah pengunjung dan peminatnya yang lebih sepi. Ini disebabkan karena
koleksi buku-bukunya yang cenderung kurang diminati pengunjung komisariat,
pengelolaan perpustakaan, keadaan komisariat, dan fasilitas perpustakaan
komisariat. Buku-buku yang ada di perpustakaan komisariat, sebagian besar
merupakan hibah dari anggota-aggota dan alumni-alumni komisariat. Menjadi
masalah yang cukup besar, ketika para kadernya tidak pernah lagi menjamah
buku-buku yang tersusun rapi di komisariat, apa lagi terbesit minat untuk
membacanya.
Berbeda
halnya dengan mereka yang sudah menjadikan membaca sebagai kebutuhan layaknya
makan, minum, dan tidur, serta buku sebagai kawan hidup, perpustakaan masih
belum bisa menarik perhatian mereka. Salah satu penyebabnya adalah hal yang
disampaikan di atas, koleksi buku yang belum bisa memuaskan hasrat mereka pada
buku. Kebanyakan buku-buku yang ada di perpustakaan terdiri dari buku-buku
penunjang perkuliahan, layaknya perpustakaan prodi. Buku-buku yang mereka cari
bukanlah buku penunjang perkuliahan, namun lebih dari itu, mereka ingin
buku-buku yang menggambarkan keadaan sosial masyarakat di sekelilingnya,
kondisi politik negara yang menguasainya, situasi kampus yang mengekangnya, dan
sejarah yang membayanginya. Hasrat mereka terhadap buku-buku itu tak bisa
terpuaskan oleh buku-buku perkuliahan.
Saatnya
semua unsur perpustakaan mulai berbenah, pustakawan, koleksi buku, fasilitas,
dan yang tidak kalah penting adalah pengelolaan. Agar kedepannya, perpustakaan
tidak hanya dianggap kerja teknis menata buku, mengembalikan buku pada
tempatnya, mengurus peminjaman dan pengembalian buku, menarik uang denda, dan
lain-lain. Lebih dari itu, perpustakaan adalah pusat ilmu pengetahuan, yang kelak
dari bangku-bangku dan sela-sela rak buku perpustakaan diimpikan lahir generasi
yang berintelektual. Generasi yang tidak tuli, bisu, dan buta akan realitas
masyarakat di sekitarnya dan bukan malah generasi yang tenggelam dalam hegemoni
dunia kampus. Semoga.